Pada setiap periode sejarah umat manusia, generasi muda merupakan rahasia
kekuatan umat itu, penggerak kebangkitan untuk suatu bangsa. Masa depan umat
terletak di tangan mereka, karena pemuda memiliki banyak keistimewaan, seperti
keberanian, semangat, kecerdasan dan kekuatan jasmani.
Pada saat syari’at Islam yang dibawa Nabi Muhammad lahir, generasi muda
memegang peranan penting dalam masa perang dan dakwah Islamiyah. Pada saat ini
pun peranan pemuda sangat diharapkan dalam berbagai bidang kegiatan.
Musuh-musuh Islam (termasuk musuh ideology), menyadari benar terhadap
peranan generasi muda tersebut. Oleh sebab demikian, sasaran utama ditujukan
kepada pemuda-pemuda Islam dengan strategi keji yang diperkirakan dapat
melumpuhkan ummat Islam dan merapuhkan pertahanannya.
Di antara strategi mereka:
a.Menciptakan bermacam-nacam sarana untuk membangkitkan
nafsu birahi (syahwat), dengan cara: menyediakan (mengedarkan) gambar porno,
menggelar teater-teater yang dapat menyentuh dan membangkitkan nafsu birahi generasi
muda (pria dan wanita), memutar blue film,
mencetak majalah-majalah yang di dalamnya dimuat foto-foto wanita yang merangsang
dan masih banyak lagi cara lain yang pada intinya untuk merusak moral para
pemuda.
b.Menutup pintu kebenaran, supaya orang menghindar dari
kebenaran itu, seperti berumah tangga, yang merupakan sunnatullah. Musuh-musuh
Islam membisikkan dan menyebarluaskan pandangan, bahwa melangsungkan perkawinan
cukup rumit dan sulit, perlu dana, dan keperluan lainnya, disamping ada beban
mendidik dan membiayai anak.
Di satu sisi nafsu birahi diumbar dan disisi lain, orang
yang mau kawin ditakut-takuti. Akhirnya para pemuda menempuh jalan lain untuk
memenuhi kebutuhan biologisnya. Di antara cara yang dipandang tidak memikul
risiko dan tidak diketahui orang adalah masturbasi (onani).
A.HUKUM MASTURBASI (ONANI)
Onani yang dilakukan seorang laki-laki, adalah termasuk etika dan adab. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menetapkan
hukumnya.
1.Haram
Di antara ulama yang mengharamkannya adalah pengikut mazhab, Maliki,
Syafi’I, Hanafi (menurut riwayat Imam Ahmad), Ibnu Thaimiyah dan pengikut Zaid.
Mereka beralasan kepada firman Allah:
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang
dibalik itu, maka mereka itulah orang-orangyang
melampaui batas (al-Mukminun: 5-7)
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami, bahwa yang dapat dibenarkan untuk
mengadakan hubungan seks, adalah dengan isteri. Jadi, selain itu seperti zina,
homoseksual dan onani, tidak dibenarkan, karena melampaui batas sebagaimana
ditegaskan pada akhir ayat di atas.
Dalil lain adalah firman Allah:
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin
hendaklah menjaga kesucian (diri) nya sehingga Allah memampukah mereka dengan
karunia-Nya….(an-Nuur: 33)
Ayat tersebut mengharamkan onani dari dua sudut:
a. Sesungguhnya
Allah memerintahkan orang Islam yang belum mampu kawin supaya menjaga kesucian
diri. Kalimat “#Ïÿ÷ètGó¡uŠø9ur“ mengandung perintah. Dengan demikian
menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh, hukumnya wajib (Ushul
fiqih)
b. Dalam
ayat tersebut di atas dan ayat-ayat lain tidak pernah Allah memberikan jalan
keluar untuk memenuhi kebutuhan biologis seperti onani, malahan diperintahkan
supaya menjaga kesucian diri.
Selanjutnya
mereka berpegang kepada hadits Rasulullah:
Dari Abdullah
bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah bersabda wahai (generasi) pemuda, barang
siapa di anatara kalian sudah siap (mampu) berumah tangga, maka kawinlah.
Sesungguhnya kawin itu dapat menjaga pandangan mata dan memelihara kemaluan
(dari perbuatan maksiat). Barang siapa yang belum mampuhendak ia berpuasa karena dengan puasa itulah
dirinya akan terlindungi dari kemaksiatan (HR. Bukhari Muslim)
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa bagi orang yang belum mampu berumah
tangga, jalan keluarnya adalah berpuasa untuk menurunkan dorongan syahwat,
bukan dengan cara lain seperti onani dan lain-lain.
2.
Makruh
Pengikut mazhab Hambali memandang onani itu sebagai perbuatanyang makruh. Mereka berdalil kepada qias.
Perbuatan onani itu sama halnya seperti mengeluarkan darah dari tubuhnya demi
untuk kesembuhan penyakit.
Diantara orang yang memandang makruh, adalah Ibnu ‘Umar’ dan ‘Atha’.
Kendatipun mereka membolehkan, tetapi tetap dibenci perbuatannya itu. Ibnu Hazm
berpendirian demikian, yaitu orang laki-laki dan perempuan yang menyentuh alat
vital masing-masing diperbolehkan
3.Mubah (Boleh)
Hukum yang membolehkan onani berasal dari pendapat Hasan, Amr bin Dinar,
Ibnu Abbas dan Mujahid. Hal ini pernah terjadi pada waktu peperangan. Hal ini
juga berarti, bahwa onani itu, diperbolehkan dalam keadaan yang sangat terpaksa
dan mendesak
4. Wajib
Di antara ulama yang menyatakan, bahwa onani itu haram pada suatu ketika
dan wajib pada situasi yang lain, adalah pengikut Imam Hanafi. Andaikata
seseorang yang dikhawatirkan akan berbuat zina, maka wajiblah ia menyalurkan
nafsu seksualnya dengan onani.
Mereka berpegang kepada kaidah:
Jika berkumpul
dua bahaya, maka wajib kalian mengambil bahaya yang paling ringan
Jadi, Jika onani dilakukan untuk merangsang dan mebangkitkan syahwat,
maka tetap haram hukumnya menurut mazhab ini.
B.EFEK SAMPING ONANI
Perbuatan onani, walaupun ada di antara ulama yang
membolehkannya, tetapi perlu dikaji segi lainnya. Apakah perbuatan itu ada
dampak negatifnya bagi si pelakunya atau tidak. Di bawah ini akan dicoba
mengetengahkannya.
1.Efeknya
Terhadap Rohani
Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa hukum onani adalah haram,
sebagaimana telah dikemukakan di atas. Perbuatan haram, menyangkut dengan dosa
dan perbuatan dosa adakalanya sudah dibalas selagi hidup di dunia. Ibnu Qayyim
pernah berkata: “Setiap musibah, bencana, nasib sial dan kekurangan, baik di
dunia maupun di akhirat, penyebabnya adalah perbuatan dosa dan tidak
melaksanakan perintah Allah”. Kemudian beliau menambahkan: “Kemaksiatan adalah
api yang membakar nikmat keseluruhan, seperti halnya api yang membakar kayu
bakar”.
a.Hilang sifat istiqamah (lemah pendirian) dalam
menjalankan ajaran agama Islam. Rohaninya selalu diganggu oleh setan,
kebiasaan-kebiasaan buruk itu terus dilakukan. Lama-lama menjauh dari agama
yang dianutnya dan sewaktu-waktu perasaan berdosa muncul dalam dirinya, jiwa
selalu gelisah.
b.Kendatipun pelaku onani tidak menyimpang dari agama
secara keseluruhan, tetapi dia tetap dianggap meremehkan agama, seperti yang
telah dikemukakan di atas pada surat al-Mu’minun
5-7 dan surat
an-Nuur: 33 yang intinya seseorang tetap dituntut untuk mensucikan diri, jangan
melakukan perbuatan yang menyimpang, seperti onani..
2.Efeknya
Terhadap Kesehatan
Perbuatan onani sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Ahli kedokteran
mengatakan, bahwa onani dapat menimbulkan beraneka ragam efek samping, antar
lain:
a.Melemahkan alat kelamin, dan sedikit demi sedikit akan
semakin lemah (lemas), sehingga tidak dapat melakukan hubungan seksual dengan
sempurna.
b.Melemahkan urat-urat tubuh, karena mengeluarkan
mani tidak melalui hubungan seks, tetapi dengan tangan.
c.Mempengaruhi perkembangan alat vital dan mungkin
tidak akan tumbuh sebagaimana lazimnya.
d.Alat Vital itu akan membengkak, sehingga si pelaku
menjadi mudah mengeluarkan maninya.
e.Mengakibatkan (meninggalkan) rasa sakit pada sendi
tulang punggung, tempat sumber air mani keluar. Akibatnya, punggung akan
menjadi bungkuk.
f.Menyebabkan anggota badan sering merasa gemetaran
seperti di bagian kaki dan sebagainya.
g.Menyebabkan kelenjar otak menjadi lemah, sehingga
daya berpikir menjadi semakin berkurang, daya tahan menurun dan daya ingatan
juga melemah.
h.Penglihatan semakin berkurang ketajamannya, karena
sudah tidak normal lagi.
Kalau ditimbang-timbang, maka mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya
(bagi orang yang memperbolehkan onani).
3.Efeknya
Terhadap Kejiwaan
a.Menurut ahli ilmu jiwa: Sebenarnya, pemuda yang
beronani itu juga merasakan, bahwa dirinya bersalah dan dia pun tahu, bahwa
perbuatan itu berdosa. Akan tetapi dia selalu mengulanginya karena kebiasaan.
Jadi perbuatannya itu selalu dirasakan bertentangan dengan hati kecilnya
(nuraninya). Karena perbuatannya itu merupakan pelanggaran dari ajaran Allah,
maka jiwanya selalu gelisah. Perhatiannya terhadap agama Allah telah
terkalahkan oleh hawa nafsunya.
b.Perbuatan onani yang dilakukan secara berlebihan, akan
menyebabkan urat saraf tidak stabil lagi, kepercayaan diri menjadi hilang,
hidup menyendiri, karena perasaan malu yang tertanam dalam jiwanya.
c.Kesenangan dalam beronani, yang melampaui batas, akan
membuat orang kecanduan. Akhirnya terbawa arus dan terus-menerus memperturutkan
hawa nafsu.
C.OBAT PENYEMBUH
Untuk mengobati penyakit onani ada beberapa jalan yang harus ditempuh, yaitu:
melangsungkan perkawinan, bila sudah memungkinkan. Kalau belum memungkinkan
lakukannlah ibadah puasa. Cara lain ialah dengan cara mendekatkan diri kepada
Allah, menjaga pandangan mata yang sifatnya merangsang, melatih kemauan untuk
menantang kemaksiatan. Disamping itu turut juga membantu, bila telah terlatih
memerangi pola piker yang negatif, menyibukkan diritatkala nafsu birahi timbul, mengingat-ingat
akibat buruk dari onani itu menjauhi segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi
nafsu syahwat dan berdoa kepada Allah agar terhindar dari segala perbuatan maksiat.
Demikian di antara upaa-upaya yang dapat dilakukan dalam pengobatan penyakit
onani
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departeme
Agama.
Ahmad Ramali dr. Memelihara
Kesehatan dalam Hukum Islam, Balai Pustaka Jakarta.
As-Suyuthi Imam, Al-Asybah
Wan Nazhaair, Darul Fikri Beirut.
Shaleh Tamimi, Onani
Masalah Anak Muda (Terjemahan), Gema Insani Press, Jakarta 1994.
Said Sabiq, Fiqhus
Sunnah, Maktab al-Adab, Kairo, Jilid 9.
Suatu hari, seorang ahli 'Manajemen Waktu' berbicara di depan sekelompok
mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah dilupakan
oleh para siswanya.
Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia berkata:
"Baiklah, sekarang waktunya kuis " Kemudian dia mengeluarkan toples berukuran
galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya di atas meja.
Lalu ia
juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan
dengan hati- hati batu-batu itu kedalam toples.
Ketika batu itu memenuhi
toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke
dalamnya, dia bertanya:" Apakah toples ini sudah penuh?"
Semua siswanya
serentak menjawab, "Sudah!"
Kemudian dia berkata, "Benarkah?"
Dia
lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan
kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit mengguncang-guncangkannya,
sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu
itu.
Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi: "Apakah toples ini
sudah penuh?"
Kali ini para siswanya hanya tertegun, "Mungkin belum!",
salah satu dari siswanya menjawab.
"Bagus!" jawabnya.
Kembali dia
meraih kebawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan
pasir itu ke dalam toples, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-
ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan.
Sekali lagi dia bertanya,
"Apakah toples ini sudah penuh?"
"Belum!" serentak para siswanya menjawab
sekali lagi dia berkata, "Bagus!"
Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai
menyiramkan air ke dalam toples, sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung
atas.
Lalu si Ahli Manajemen Waktu ini memandang kpd para siswanya dan
bertanya: "Apakah maksud dari ilustrasi ini?"
Seorang siswanya yg
antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu
berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!"
"Bukan!",
jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita
bahwa :
JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU
TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM TOPLES
TERSEBUT.
"Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu,
suami/istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu,
mimpi-mimpimu. Hal-hal yg kamu anggap paling berharga dalam
hidupmu.
Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut
sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk
memperhatikannya.
Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam
prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil,
kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam
hidupmu".
Suatu
saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal
dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam
beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang
menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera
diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya
keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda
sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan
kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya !,”
suasana tiba-tiba menjadi sulit khusuk, betapa pun bacaan sang imam begitu
bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.
Seusai
shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling
bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di
tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth,
sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh
mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka
tersenyum dengat sangat ramah dan menyapa “Good Morning !” atau sapa dengan
tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami
berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara
yang sering kita sebut negara kaum kafir.
Dua
keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk
mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan,
tidak ada artinya jikalau kehilangan perilaku standar yang dicontohkan
Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokkan kewibawaan dakwah itu
sendiri.
Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, hal
ini dapat disebut dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Kita
harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita
rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang
tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus.
Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua
keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang
tersenyum untuk orang lain ? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan
orang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa
dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang
tulus. Mengapa kita begitu enggan tersengum ? kepada orang tua, guru, dan
orang-orang yang berada di sekitar kita ?
S
yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan
keihlasan, rasanya seasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita
dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri.
Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam ?
padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang
sahabat yang pergi ke pasar, khusus menebarkan salam. Negara kita mayoritas
umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu
enggan ? Adakah yang salah dalam diri kita ?
S
ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah
oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat
di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang
menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, bahkan berdampingan.
Mengapa kita enggan menyapa ? Mengapa harus ketus da keras ? Tidakkah kita bisa
menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita ?
S
keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk,
ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah
kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan
orang-orang yang lebih tua ? sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita,
bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor
misalnya. Lalu, kita relakan orang di depan kita teremehlan. Patut kiranya kita
bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau
tidak.
S
kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan
kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean,
demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk
kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri.
Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki ? sejauh
mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut
berbahagia ? Sejauh mana kelapangdadaan
diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membahas kebaikan orang
yang kurang baik ?
Saudara-saudaraku,
Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan
indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan
agung itu ? Mari, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau
secara sederhana.Alangkah indahnya
wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun.
Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa
dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika
penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun.
Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang
lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada, pemaaf yang tulus dan
ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan. Ikhlaskan kehidupan
hanya kepada Allah jua, karena Dia-lah yang akan membalas setiap perbuatan
manusia. Termasuk juga baik buruknya perilaku yang diterima dari orang-orang
yang berada disekitar kita, karena Allah Maha Tahu akan semui itu. Seperti yang
disampaikan Allah SWT dan juga dalam sabda Rasul-Nya, bahwa sebesar biji zarah pun
amal perbuatan manusia akan mendapatkan balasannya di akhirat nanti..karena itu
tidak heran juga jika banyak orang yang mengatakan hidup ini ibarat bercocok
tanam. Siapa yang menuai benih yang baik, memupuk dan menyiramnya hingga tumbuh
subur, maka ia pula yang akan mendapatkan hasil yang baik pula. Begitupun
dengan segala hal yang diperbuat manusia selama kehidupannya di akhirat ini,
kelak akan mendapatkan balasannya di akhirat.
Berkaitan
dengan hal itu pulalah, maka umat Islam dituntut untuk mencipatakan pribadinya
sebagai jiwa yang memiliki kewibawaan dengan atribut 5 S ini; Senyum, salam,
sapa, sopan, dan santun.
Saudaraku,
Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini,
semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan
mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama
buitsu liutammina makarimal akhlak,”Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak.”
Rasul
tak pernah mengeluarkan kata-kata kasar kepada pembantunya.
Bertahun-tahun
melayani Nabi Muhammad, ujar Anas bin Malik, belum pernah ia mendapati
kata-kata kasar keluar dari mulut majikannya itu. Bahkan muka masam tidak
pernah diperlihatkan kepadanya, apalagi memukul. Muhammad memperlakukan
pembantunya, Anas dengan lemah lembut.
Aisyah menjadi saksi. Menurut dia, Rasulullah tak pernah
memukul dengan tangannya sama sekali, kecuali ketika berjihat dijalan Allah.
“Beliaupun tak pernah memukul pembantu dan perempuan,” ujarnya dalam hadits
yang diriwayatkan Muslim.
Kisah manis pembantu Muhammad pun berlanjut. Anas
menuturkan, ketika ia tak sepenuhnya mampu mengerjakan apa yang diminta, junjungannya
itu mampu memakluminya. Pernah saudaranya memarahi Anas dan diketahui Muhammad.
Lalu Muhammad akan segera membela Anas.
“Biarkan dia. Seandainya mampu, dia tentu akan
mengerjakannya,” ujar suami Khadijah ini. Suatu hari, ungkap Anas ia diminta ;untuk
menyelesaikan sebuah urusan. Namun ia melakukan kekhilafan. Anas malah
bermain-main dipasar bersama sejumlah anak. Tiba-tiba majikannya itu muncul dan
memegang bajunya dari belakang. Anas melihat wajah Muhammad, bukan amarah yang
terlihat, melainkan senyum yang menghiasi bibirnya.
Dengan lembut, Muhammad berkata, “Anas pergilah ketempat
yang aku perintahkan.” uqbah bin Amir Juhani, pembantu lainnya, juga merasakan
kelemah lembutan putra Abdullah tersebut. Meski hanya berstatus sebagai
pembantu rumah tangga, Rasul tidak menginginkan Uqbah menderita.
Menurut Uqbah, dalam sebuah perjalanan, Rasul meminta
dirinya untuk bergantian menunggang keledai yang digunakannya sebagai
kendaraan. Sebab, ia tidak ingin Uqbah kelelahan berjalan kaki. Dalam sebuah
referensi buku Sopian dikatakan bahwa Rasul tidak hanya menjadi majikan bagi pembantunya.
Beliau ujar bahwa Rasul adalah sosok teladan yang ditiru
oleh pembantu yang ikut dengannya. Abu Hurairah mengatakan, tak seorangpun
shalatnya mirip dengan Rasulullah, melainkan Ummu Sulaim, yaitu Anas bin Malik.
Tsaubah salah seorang pembantu Rasul sangat jatuh cinta padanya.
Ia mengadu kepada Rasul bahwa ia merasa hampa jika tak
bersamanya. Ia khawatir jika diakhirat nanti tak bertemu. Tak lama setelah
penuturan Tsaubah, turun wahyu bahwa barang siapa saja yang taat pada Allah dan
Rasulnya, maka nanti diakhirat ia akan bersama orang-orang yang diberi nikmat
Allah. Yaitu para Nabi, Shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang yang shaleh.
Shaleh Ahmad asy-syaami dalam bukunya, Berakhlak dan Beradab Mulia, menegaskan
agar berlaku baik terhadap pembantu rumah tangga. Ia mencontohkn yaitu dengan
berkata-kata baik terhadap mereka.
Sebab bagaimanapun pembantu adalah manusia. Seseorag
sebaiknya tak memanggil pembantunya dengan panggilan buruk. Di sisi lain, kata
dia, pembantu harus merasakan rasa hormat. Dengan demikian ada timbal balik
antara pembantu rumag tangga tersebut dengan majikannya.
Dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, memang
sepatutnyalah kita mentauladani Rasulullah dari segi akhlaknya terhadap sesama,
berlaku baik kepada pembantunya. Hal ini juga merupakan bukti akan ketaqwaan
manusia kepada penciptanya, meningkatkan keimanan. Sebagaimana yang disampaikan
Allah dalam firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 1-4 dan aliimran ayat
133-135.
Beberapa
riwayat tersebut, hendaknya tidak hanya menjadi sebuah bacaan atau hanya
referensi semata, namun adalah bahan renungan. Betapa mulia dan luhurnya sikaf
dan tata cara Rasul dalam memperlakukan hamba
Allah, salah satunya pembantu. Sehingga tidak ada kesenjangan diantara yang
satu dan yang lainnya, semua adalah sama. Pada dasarnya semua hamba adalah sama
adanya, yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan dan keimanannya saja. Akhlak
baik hendaknya senantiasa diberlakukan kepada siapapun dan dimanapun. Tidak
mengenal kasta, harta, jabatan dan ras suku. Menghargai pembantu adalah
salahsatu contohnya, seperti yang telah penulis uraikan di atas berdasarkan
beberapa riwayat. Tidak ada alasan untuk berlaku tidak baik kepada sesama
manusia, baik sesama umat muslim maupun berlainan kepercayaan.
Jika
Rasul saja berlaku bijak dan arif pada para pembantunya, lalu mengapa umat Nabi
masa sekarang harus berlaku sombong dan tak adi. Kiranya hal ini patut untuk
dipertanyakan kepada siapapun termasuk juga pada diri anda. Dengan Maha Kasih
dan Maha Penyayang-Nya, Allah senantiasa mengasihi para hamba-Nya, memberi
keampunan kepada siapa saja yang ingin kembali kejalan-Nya.
Rasul pun tak pernah berkata-kata
kasar kepada pembantu rumah tangganya, itulah kiranya pedoman yang bisa selalu diingat bagi para
umatnya. Bagaimanapun kehidupan yang ia miliki, semata-mata hanyalah titipan
Allah jua dan kapanpun akan ditarik kembali dengan kekausaan-Nya. Sebaliknya,
semudah membalikkan telapak tangan pula, Allah mampu memberi kenikmatan dan
keberkahan bagi siapa saja yang Ia kehendaki, termasuk kepada mereka yang
senantiasa memuliakan pembantunya.
Selain
dari riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas, terdapat juga dalam riwayat
dan sejarah Islam lainnya, bahwa jelas-jelas Rasul memperlakukan pembantunya
seperti ia bergaul dengan saudara-saudara serta sahabat-sahabatnya. Dari segi
panggilan misalnya, selalu berkata-kata sopan dan sejuk untuk didengar. Tak
pernah ada kata-kata yang bersifat menyinggung atau menyakiti perasaan siapa
saja yang ada disekelilingnya. Pembantunya ia anggap sebagai sahabat layaknya
sahabat-sahabat yang senantiasa menemani dan berjuang dalam menyebarkan Islam
di jalan dakw ah.
Sehingga
Rasul dikenal dengan sosok yang sangat arif dan bijaksana,tidak hanya pada saat
itu. Tetapi hingga saat ini pun, sejarah masih menulis dan menobatkan Rasul
sebagai suri tauladan yang baik. Segala sikap dan perbuatannya, tetap menjadi
landasan dalam mengarungi kehidupan ini. Karena itulah, dalam haditsnya,
Rasulullah berpesan bahwa dua pusaka yang ia tinggalkan agar menjadi pedoman
dan tali pegangan bagi umatnya, yaitu al-qur’an serta sunnah-sunnah yang telah
ia sampaikan bernama hadits.
Karena
itu, marilah sempurnakan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, dengan menghargai
pembantu rumah tangga atau apapun istilah yang berlaku dalam kehidupan anda,
bagi mereka yang senantiasa membantu dan setia menemani keseharian anda,
meringankan beban dan tugas anda. Semangatkan diri dalam beribadah pada Allah,
dengan cara mematuhi segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Jangan
biarkan diri anda sebagai sosok yang ditakuti karena kemurkaan dan kekerasan anda
terhadap yang papah. Sebagaimana perilaku yang diterima Tenaga Kerja Wanita
(TKW) dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negeri luar sana. Bentuk hubungan
yang baik secara horizontal dan pertikal, kepada Allah (hablumminallah) dan
sesama umat manusia (hablumminannas). Wallahu A’lam.
Banyak
orang tua yang belum mengerti cara-cara mendidik anak yang efektif. Kebanyakan
dari mereka melaksanakan pendidikan dengan menggunakan kekuasaan atau otoritas
orang tua. Anak dianggap sebagai makhluk yang harus tunduk dan patuh kepada
segenap kehendak dan aturan-aturan orang tua. Sikap berkuasa sementara orang
tua ini ditunjukkan kepada anak-anak, terlebih-lebih kepada anak-anak yang
bukan anak kandung mereka atau anak-anak dari sanak saudara yang berasal dari lingkungan
lain misalnya dari desa. Pendidikan yang mereka berikan lebih banyak berupa
nasihat-nasihat dan teguran-teguran yang tidak memperhatikan taraf pertumbuhan
dan perkembangan anak. Mereka anti terhadap tindakan-tindakan anak yang
dianggap salah atau tidak pantas. Bagi para orang tua yang belum mengenal
perkembangan jiwa anak, cenderung lebih suka menganggap aneka tingkahlaku anak
kecil sebagai keanehan yang tidak pantas. Para orang tua cenderung menekan dan
membatasi gerakan dan variasi tingkahlaku anak-anak.
Dalam
praktek, sering pula kita jumpai banyak keluarga atau orang tua yang membiarkan
kehidupan anak-anak di rumah dirundung oleh situasi rutin yang tidak kreatif.
Anak-anak tidak diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
melatih pribadi yang dinamis dan kreatif. Anak dibiarkan bermalas-malasan,
luntang-lantung tak menentu. Akibatnya, anak sering tidak krasan dan tidak
betah untuk tinggal di rumah dan pergi begadang entah kemana, orangtua tidak
dapat mengadakan pengawasan atau bahkan tidak perduli. Apalagi jika anakanak
sudah bersekolah dan kebetulan memiliki cukup kecerdasan, maka orangtua menjadi
bangga dan puas. Akibat kepuasannya itu, mereka menjadi lengah, merasa tidak
perlu lagi membimbing dan melatih kekuatan mental anak agar siap untuk
menghadapi tantangan hidup maas depan. Situasi semacam itu juga merugikan anak.
Anak menjadi canggung, kekuatan pribadinya menjadi kurang berkembang.
Semua
apa yang diungkapkan di atas adalah bukan kondisi yang tepat untuk
membelajarkan anak menjadi manusia wirausaha. Kondisi semacam itu perlu
mendapatkan perhatian dan perlu diubah menjadi situasi belajar kewiraswastaan
di lingkungan keluarga.
Beranjak
dari uraian diatas dan berdasarkan silabus matakuliah kewirausahaan, peuliis
membuat makalah dengan judul “pendidikan
wiraswasta dalam lingkungan keluaraga menurut tingkat perkembangan keribadian
anak (psikologi)”
B.Rumusan
Masalah
1.Bagaimana Peran lingkungan keluarga dalam membentuk
kepribadian anak?
2.Bagaimanakah
tingkat perkembangan kepribadian anak?
3.Bagaimana
pendidikan wirasuwasta yang sesuai dengan tingkat perkembangan kepribadian
anak?
C.Tujuan
1.Melengkapi
persaratan perkuliahan dalam matakuliah Kewirausahaan prodi PBI semester VII
2.Mengetahui
tingkat perkembanagan kepribadian anak dan mengetahui pendidikan wirasuwasta
yang tepat menurut tingkat perkembangan kepribadian anak.
D.Batasan
Makalah ini hanya membahas tentang pendidikan
wirasuasta menurut tingkat perkembangan kepribadian anak dalam lingkungan
keluarga.
E.Manfaat
Setelah memahami pendidikan wirasuasta yang
disesuaikan dengan tingat kepribadian anak dilingkungan keluarga, maka ketika
hidup di real society, pendidikan-pendidikan yang direalisasikan dilingkungan
keluarga dalam rangka menciptakan manusia wirasuasta tidak bertolak belakang
dengan konsep-konsep pendidikan wiraswasta yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Kepribadian
Kata
kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona atau
personality yang berarti topeng. Akan tetapi sampai saat ini asal usul kata ini
belum diketahui.
Konteks
asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. hal ini
diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam masyarakat.
Pada dasarnya manusialah yang menyerahkan sebuah kepribadian kepada
masyarakatnya dan masyarakat akan menilainya sesuai degan kepribadian tersebut.
Definisi
kepribadian memiliki lebih dari lima puluh arti akan tetapi definisi
kepribadian yang penulis maksud di sini adalah himpunan dan ciri-ciri jasmani
dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan seseorang dengan
orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda.[1]
B.Lingkungan Keluarga
lingkungan
memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan
keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam
mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun
lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya
lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi
setiap manusia. Banyak hadis yang meriwayatkan pentingnya pengaruh keluarga
dalam pendidikan anak dalam beberapa masalah seperti masalah aqidah, budaya,
norma, emosional dan sebaginya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan
pembentukan kepribadian anak sejak dini.
Dengan
kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang
tua dan lingkungannya. Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan
berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi
atau Nasrani atau majusi”.[2]
Keluarga
merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah
keluarga mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu.
Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi.
Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian
anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah
laku kedua orang tua serta lingkungannya.[3]
Dalam kaitanya dengan wirasuwasta, Orang tua merupakan
pelaksana dan penanggung jawab pertama dan utama atas pendidikan anak. Dalam
rangka mempersiapkan anak-anak untuk menjadi manusia-manusia wirasuwasta
diperlukan perlakuan yang tepat dari
pihak orang tua sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan anak itu.
C.Pendidikan
Wiraswasta di lingkungan keluarga menurut tingkat Perkembangan Kepribadian Anak
a.Perlakuan
mendidik manusia wiraswasta pada anak-anak di masa kanak-kanak
Menurut
uraian terdahulu, masa kanak-kanak dialami oleh anak dalam usia antara 2 s/d 12
tahun. Selama itu anak berkembang dalam dua priode yaitu, priode usia 2-5 tahun
dan priode usia sekolah dasar antara 6/7 tahun s/d 12 tahun, yang pada
masing-masing priode terdepat ciri-ciri perkembangan pribadi yang berbeda.[4]
Perlakuan
keluarga yang dirasa sesuai dengan tingkat usia anak-anak (2-5 tahun) terdiri
atas:
1.Latihan-latihan
kepribadian, antara lain:
a.Melatih
berbahasa (belajar menyebutkan nama-nama benda, orang, menyatakan sifat-sifat
dan keadaan sesuaru dialam sekitarnya, latihan membilang dan menyatakan
keinginan-keinginan).
b.Melatih
daya ingatan, (antara lain: mengingat-ingat dan menyebutkan hal-hal yang pernah
diamati pada waktu-waktu sebelumnya).
c.Melatih
daya khayal atau imajinasi (misalnya dengan berceritera, permainan kreatif).
d.Melatih
aktualisasi diri (berceritera, menyanyi, menggambar, bermain dan berpendapat).
2.Layanan
kasih sayang
Yaitu bagaimana sebaiknya orang tua mencurahkan rasa
kasih sayang kepada anak-anak pada usia-usia ini. Pada masa-masa yang unik ini,
anak memang sangat memerlukan kasih sayang penuh dari pihak orang tua. Kasih
sayang hendaknya diwujudkan dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak seusia
ini, antara lain:[5]
a.Perhatian
orang tua terhadap keinginan dan tingkah laku anak
b.Perlindungan
orang tua atas berbagai macam tindakan dan pristiwa yang dirasakan oleh anak
mengganggu atau mengancam
c.Pengakuan
terhadap prestasi yang ditunjukkan oleh anak betapapun kecilnya
d.Pembatasan
terhaadap semua keinginan anak sehingga mereka tidak cenderung menjadi agresif
Suatu hal yang perlu diingat adalah bahwa
anak usia ini memang perlu mendapat kasih sayang penuh, namun hati-hati, perlu
pembatasan seperlunya terhadap semua keinginan anak. Benih-benih sikap manja
atau tidak manja mulai tertanam pada masa ini.
Perlakuan orang tua yang sebaiknya
terhadap anak umur 7 tahun sampai 12 tahun agar pribadi anak berkembang secara
wajar untuk menjadi manusia wirasuwasta.
Dibawah ini adalah pendidikan yang
diharapkan dari orang tua terhadap anak usia sekolah dasar dalam rangka
mendidik anak menjadi manusia wirasuwasta.
1.Latihan-latihan
kepribadian
a.Melatih
pembentukan idea tau gagasan.
Pada
masa ini kemampuan bahasa dan imajinasi anak makin berkembang. Dengan menunjuk
berbagai fakta dan pristiwa, anak perlu dilatih dan dibimbing untuk
mengemukakan pendapat, idea tau gagasan.
b.Melatih
disiplin.
Pada
masa ini anak telah dapat mengerti hal-hal yang perlu atau tidak perlu untuk ia
lakukan. Pada masa ini anak perlu dilatih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang
baik, misalnya dalam hal makan, tidur, mandi, belajar dan bekerja ringan.
c.Melatih
berfikir untuk memecahkan masalah.
Anak
pada usia ini sudah memiliki daya intelektual untuk mengenal diri dan alam
sekitarnya. Disamping fungsi berbahasa, ingatan dan minatnya semakin mantap, perkembangan
pribadi yang menonjol pada usia ini yaitu pada fungsi berfikirnya. Disinilah
saatnya untuk melatih pikiran anak. Dalam usia ini, anak hendaknya lebih banyak
dihadapkan pada berbagai masalah yang menantang minatnya untuk memecahkanya.
Kemampuan berfikir anak pada masa ini sangat dipengaruhi oleh daya pengamatan,
daya ingatan dan imajinasi yang ada pada dirinya.
d.Melatih
kepercayaan anak kepada diri sendiri.
Pada
masa ini anak mulai dapat mengukur kualitas pribadinya dibandingkan dengan
teman-teman sebayanya. Tugas orang tua yaitu memberikan kesempatan kepada anak
untuk berkawan dan bergaul dengan orang lain.. bila perlu ciptakan persaingan
antar anak untuk mencapai prestasi pikiran atau pekerjaan. Seberapa jauh
prestasi anak hendaknya memperoleh penghargaan untuk membina kepercayaan pada
diri sendiri. Disamping itu pekerjaan anak perlu mendapat penilaiaan secara
obyekktif, ditunjukkan kekuatan dan kelemahannya sembari diberikan motivasi
untuk berprestasi lebih baik lagi.
e.Melatih
kerajinan dan ketekunan anak dalam belajar dan bekerja.
Anak
seusia ini sangat memerlukan bimbingan dan pengawasan terhadap setiap
aktivitasnya.
Suatu hal yang perlu diketahui oleh para
orang tua dalam mendidik anak seusia ini disamping perlu membimbing daya ingatan dan imajinasi, maka perhatian khususu
perlu diberikan untuk melatih daya pikikran anak untuk memecahkan masalah.
Berikut ini adalah sedikit petunjuk
dalam usaha melatih daya pikiran anak, diantaranya:
a.Ajarkanlah
anak untuk memilih masalah yang perlu dipecahkan
b.Ajarkanlah
anak membiasakan diri berfikir berdasarkan fakta
c.Jangan
memberikan tahayul dan informasi-informasi yang tidak masuk akal, karena
hal-hal itu dapat melekat pada pola tingkah laku anak
d.Latihlah
anak melihat dan mengumpulkan data yang
berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan
e.Ajarkanlah
anak untuk mengolah sendiri data yang terkumpul itu dalam usaha memecahkan
suatu masalah
f.Bimbinglah
anak untutk dapat menarik keimpulan dari analisa data itu, dan kemudian diajak
berdiskusi untuk mengambil keputusan.
2.Permainan-permainan
Anak
usia sekolah dasar ini memerlukan permainan-permainan social. Anak suka bermain
dengan anak-anak lain. Disamping anak diberi kesempatan untuk pegi bermain
dengan teman sebayanya, pihak orang tua perlu juga menciptakan sitasi bermain
di lingkungan keluarga. Berbagai macam permainan yang perlu diajarkan misalnya:
a.Permainan
yang melatih ketangkasan mental, seperti: halma, domino, karambol, dan kalau
perlu catur, teka-teki dan cerdas cermat.
b.Permainan
yang melatih kepercayaan pada diri sendiri, misalnya: lawak, deklamasi, sosio
drama.
c.Permainan
yang melatih keberanian bergaul, misalnya: teka teki, jamuran, kucing-kucingan,
gobang, gating, ding, dsb.
d.Permainan
yang melaih ketangkasan jasmanai, sportivitas, tanggung jawab, tenggang rasa.
Misalnya: kasti, ping pong, jetungan, sepak bola dsb.
Suatu hal yang menjadi catan adalah,
bahwa pembagian jenis permainan diatas adalah tidak mutlak seperti itu. Pada
dasarnya setiap jenis permainan yang disebutkan diatas dapat melatih berbagai
fungsi dalam kepribadian anak.
3.Layanan
kasih sayang.
Pada
dasarnya, anak seusia ini masih memerlukan
kasih sayang seperti pada anak yang berusia lebih muda, namun pada diri
mereka mulai tumbuh keinginan untuk tidak tergantung sepenuhnya kepada orang dewasa.
Oleh kerena itu hendaknya orang tua tidak terlalu mendominir usaha pengembangan
anak. Prinsip otoaktivitas anak hendaknya mendapatkan perhatian dari orang tua.
Peranan orang tua bukanya menguasai, melainkan memberikan kesempatan berkembang
disertai dengan bimbingan dan pengawasan.
Anak
usia sekolah dasar ini telah memiliki potensi untuk berfikir dan berbuat, oleh
karena itu anak seusia ini sudah dapat dilibatkan didalam kesibukan usaha
keluarga. Mereka sudah boleh diikutsertakan dalam fungsi-fungsi perusahaan
keluarga.,
Mereka
perlu mulai diberi kesempatan untuk belajar dan memperoleh pengalaman
kewirasuwastaan. Dengan berpartisipasinya didalam latihan-latuhan
kewirasuwastaan, anak mulai ditempa kepribadiannya untuk siap mengenal dan
mengatasi permasalahan hidupnya.
Drs.
Suemanto, MPd. (pendidikan wirasuwasta, 1996), menawarkan kiat-kiat untuk
mempersiapkan anak-anak menjadi manusia wirasuwasta, diantaranya:
a.Berilah
kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari kenyataan serta praktek-praktek
kehidupan nyata orang tua sehari-hari. Biarkanlah kepada mereka sejak
kanak-kanak mulai mengamati dan mengenal bagaimana keluarga bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Disini anak akan mulai mengenal dunia dan
minatnya terdorong untuk berpartisipasi didalam dunia kerja.
b.Berilah
kesempatan terhadap anak-anak untuk aktif. Banyak orang tua yanb mencap
anak-anak yang aktif melakukan berbagai percobaan sebagai anak-anak nakal dan
tidak sopan. Sebenarnya, itulah anak-anak yang berpribadi dinamis, antusias dan
kreatif. Anak yang suka menyibukkan diri hendaknya tidak asal dimarahi dan
dicap nakal. Justru mereka itu sedang melatih potensi kreativitasnya dan mereka
akan merasa senag apabila mendapat perhatian, pengakuan dan pengarahan yang
memberi motivasi belajar.
c.Janganlah
secara terus menerus orang tua member perintah, teguran dan larangan. Banyak
orang tua yang cenderung bersikap otoriter terhadap anak dengan maksud
menyayangi. Dengan selalu mendapat printah, larangan dan tekanan, maka
perkembangan pribadi anak menjadi terhambat. Anak berkembang secara kurang
wajar akibat dari campurtangan yang terus menerus dari luar diri anak.
d.Orang
tua hendaknya tidak terlalu menyolok didalam membeda-bedakan kasih sayang
terhadap masing-masing anak. Banyak orang tua yang cenderung mencurahkan
perhatian dan kasih sayang yang lebih besar kepada anak yang bungsu dan anak
yang lebih tua cenderung diabaikan. Tindakan semacam ini akan merugikan semua
anak, anak yang tua akan menjadi tertekan dan kecewa, sedangkan anak yang
bungsu menjadi manja dan besar kepala. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya
berusaha untuk memberikan perlakuan yang adil terhadap semua anak dengan
memperhatikan perbedaan individual anak. Demikian pula factor perbedaan jenis
kelamin hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menganak emas dan
menganaktirikan anak-anak.
e.Biarkan
anak-anak membuat kesalahan, menurut pendapat sebagian orang tua yang mengerti
tentang hakikat pendidikan, tujuan mereka mendidik anak yaitu membentuk pribadi
anak agar bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua. Maka orang tua
cenderung memandang berbagai tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan
keinginan orang tua dianggap salah. Prilaku yang menyedihkan anak sering
diderita oleh anak akibat orang tua berpandanagan demikian. Demi perkembangan
pribadi anak secara wajar dan dinamis maka orang tua sebaiknya:
·Mengerti, bahwa tujuan pendidikan anak
adalah bukan menjadikan anak yang penurut dan apatis, melainkan membimbing
perkembangan pribadi anak secara wajar dan dinamis sehingga mereka secara
berangsur-angsur mampu berdiri sendiri.
·Memahami, bahwa anak yang usianya masih
muda adalah wajar kalau sering membuat kesalahan. Tugas kita sebagai orang tua
bukanya mencegah teradinya kesalahan pada anak serta menghukum setiap kealahan.
Karena hal ini dapat membina rasa takut dan serba salah, sehingga anak menjadi
penakut dan canggung dalam menghadapi dan mengatasi tantangan hidupnya nanti.
·Member kesempatan kepada anak untuk
melakukan kesalahan. Dalam hal ini, bukan berarti bahwa orang tua harus membiarkan
kesalahan-kesalahan itu terjadi terus secara berulang-ulang tanpa diberi
pengarahan. Yang perlu disadari oleh orang tua adalah, bahwa
kesalahan-kesalahan merupakan suatu yang manusiawi, terlebih pada anak-anak.
Anak akan belajar banyak dari akibat kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Dengan
berbagai tindakan yang salah, anak akan cepat mengenal kenyataan, sehingga anak
menjadi berpengalaman belajar serta mampu intuk memilih tindakan-tindakan yang
baik dan berguna bagi dirinya dan orang lain.
b.Mendidik
Manusia Wiraswasta pada Anak-anak di Masa Pra-Remaja
Perlakuan keluarga terhadap anak yang enginjak masa
pra-remaja tentunya sedikit berbeda dengan perlakuan terhadap anak dimasa
kanak-kanak. Masa pre-adolesen atau pra-remaja ini bergerak anatara umur 12
tahun sampai dengan 15 tahun. Pada masa ini pribadi anak ditandai oleh
perkembangan yang dominan pada penalaran intelektualnya. Jiwa anak sedikit
mengalami kegoncangan akibat perubahan dan pertumbungan jasmani yang disebabkan
terjadinya “miyosis” (perkembangan fungsi kelenjar) didalam tubuhnya. Anak
mulai cenderung untuk melepaskan diri dari pengawasan orang tua yang dirasakan
terlalu membatasi minat dan tingkahlakunya. Kejutan-kejutan dialami oleh para
orang tua berhubung adanya perubahan sikap yang menyolok dari pihak anak terhadap
orang tua. Anak mulai berani menentang perlakuan orang tua.[6]
a.Latihan-latihan
kepribadian
Terhadap
anak pada masa ini, orang tua sering mengalami kesulitan dalam mengatur dan
mengarahkan tingkahlaku anak. Dalam masa ini orang tua secara intelejen tetap
berusaha melatih kepribadian anak dalam hal-hal berikut:
·Member kesempatan yang lebih banyak
kepada anak untuk mengenal perkembangan diri serta pertumbuhan menjelang masa
remaja, dengan pengarahan yang penuh pengertian.
·Lebih merangsang perkembangan daya pikir
anak, dengan menghadapkan anak kepada tugas-tugas yang mengandung problematic.
·Membimbing daya nalar anak untuk
mengerti sopan santun serta masalah-masalah etis.
Hal penting yang perlu diketahui oleh
orang tua tentang pendidikan seorang anak pada usia ini adalah, bahwa anak
tidak suka diatur secara paksa. Anak ingin selalu mnunjukkan bahwa dirinya
dapat mengerti sesuatu dan dapat melakanakan berbagai macam pekerjaan tanpa
harus selalu di dikte oleh orang lain.
b.Permainan-permainan
Anak
pada usia ini suka mencari atau menciptakan sendiri permainan-permainannya.
Oleh karena itu orang tua tidah usah lagi terlalu pusing tentang permainan anak
ini. Yang penting orang tua sedapat mungkin tidak mencela terhadap setiap kegiatan
bermain anak sejauh permainan itu tidak membahayakan diri anak atau orang lain,
dan selama permainan itu tidak melanggar nilai-nilai etis. Akan lebih baik
apabila orang tua berusaha agar permainan seorang anak mulai diarahkan untuk
melatih kemauan anak untuk bekerja sambil bermain atau bermain sambil bekerja.
Satuhal yang
perlu dilakukan oleh orang tua adalah member kesempatan kepada anak untuk
berolah raga misalnya, senam, lari pagi dsb. Guna menjaga keseimbangan dalam
hal pertumbuhan jasmaninya yang dipengaruhi oleh pertumbuhan/ perubahan
kelenjar.
c.Layanan
kasih sayang
Anak
pada masa pra-remaja ini tidak lagi membutuhkan kasih sayang seperti pada anak
usia kanak-kanak lagi, bahkan ia tidak suka untuk dianggap kanak-kanak oleh
orang lain. Kasih sayang yang diperlukan oleh anak usia ini adalah berupa
pemberiaan kepercayaan, pengakuan dan pemberian penghargaan atas setiap hasil
kerja pikir ataupun pisiknya.
Oleh
karena anak pada masa ini ingin berusaha menunjukkan kemampuan untuk memenuhi/
melayani kebutuhannya sendiri serta dalam memikirkan setiap permasalahan hidup
manusia, maka perlakuan-perlakuan berikut kiranya perlu dipertimbangkan:
·Mulailah member pembagian tugas-tugas
pekerjaan rumah tangga kepada anak-anak seusia ini, misalnya: mengatur ruang
tamu, kebersihan/ pengaturan taman, kebersihan rumah, kamar mandi, dsb.
Pembagian tugas pekerjaan ini dimaksudkan, agar anak merasa dipercaya dan
diperlukan. Disamping itu membiaakan anak untuk mau bekerja dan menghargai
setiap pekerjaan.
·Menanamkan sikap pada anak, bahwa
bekerja merupakan kegiatan yang berguna. Tidak ada pekerjaan yang hina, selama
pekerjaan itu tidak merugikan orang lain. Sikap anak pada usia ini terhadap
jenis-jenis pekerjaan, akan terbawa kedalam pribadinya dimasa berikutnya,
sehingga mempengaruhi hal bagaimana anak menghargai suatu pekerjaan. Ada anak
yang hanya suka menghargai pekerjaan-pekerjaan ketata usahaan, perkantoran dan
pekerjaan-pekerjaan tangan bersih lainnya. Anak yang demikian akan mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan syatu pekerjaan. Keadaan seperti ini
akan menghambat kemajuan pribadi anak untuk menjadi manusia wirasuwasta.
·Anak pra-remaja sudah dapat di ikut
sertakan didalam setiap kegiatan usaha dalam perusahaan keluarga dan bahkan
dalam ketiga fungsi perusahaan keluarga. Yaitu dalam pekerjaan produksi,
kegiatan manajemen dan bahkan dalam pembuatan policy dibawah pengarahan dari
orang dewasa. Justru dari sejak masa inilah saat yang tepat untuk melatih
kecakapan, ketekunan, dan keuletan bekerja seorang anak.
·Ajarkanlah kepada anak mulai pada masa
ini untuk bermusyawarah, bertukar pikiran dan mengeluarkan pendapat, karena
pada masa ini anak mengalami perkembangan penalaran intelektual secara menonjol
didalam pribadinya. Dan sikap mental bekerja mulai terbentuk pada anak dimasa
Pra-Remaja ini.
c.Mendidik
Manusia Wirasuwasta pada Anak-anak di Masa Renaja
Pada dasarnya, perlakuan mendidik anak pada masa
pra-remaja masih dilanjutkan pada anak yang telah menginjak masa remaja. Namun,
pada masa renaja ini terjadi perubahan pola perkembangan pribadi anak, terutama
pada perkembangan daya nalarnya yang surut akibat dominasi perkembangan
dorongan seksualitas serta pemahaman nilai moral. Olehkarena itu perlu peubahan
strategi dalam mendidik anak remaja ini.[7]
a.Latihan-latihan
kepribadian
Pada masa remaja ini,
anak semakin segan bergaul dengan orang tua, minatnya mulai banyak tertuju
kepada orang lain, perhatiannya mulai tertuju kepada teman-teman lain jenis
kelamin. Keinginan dan emosi anak berfungsi secara dominan didalam diri anak.
Anak di usia remaja semakin berusaha menjauhi kekuasaan orang tua, oleh
karenanya orang tua sering menjadi tidak berdaya dalam usahanya mendidik anak.
Untuk itu orang tua harus mulai banyak menjalin hubungan dengan pihak-pihak
lain dalam mendidik anak. Pihak-pihak yang dapat membantu hal ini antara lain
guru, ulama, teman sebaya, dan pihak orang dewasa lainya. Dengan kerja sama
ini, orang tua berusaha:
·Melatih keseimbangan emosi anak. Orang
tua secara santai bicara dengan anak, seolah-olah bergurau, tetapi penuh dengan
pengarahan tentang bagai mana memilih keinginan yang baik.
·Agar anak mampu menemukan keseimbangan
emosi, orang tua dapat member petunjuk tentang cara melatih kemauan didalam
pekerjaan sehari-hri
·Mulai memberikan pendidikan moral. Orang
tua hendaknya member petunjuk dan dorongan kepada anak untuk suka berdoa dan
mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti kegiatan kebaktian atau pengajian
serta membaca buku-buku yang membahas masalah etis dan moral.
Dengan demikian peran orang tua dalam
mendidik pribadi anak yang sudah remaja ini semakin bersifat tidak langsung.
Adapun peran langsung yang dimainkan
oleh orang tua dalam mendidik anak remaja dalam hal kewirasuwastaan adalah:
b.Latihan-latihan
kecakapan kerja kewirasuwastaan
Anak remaja memperoleh
bekal pribadi yang lebih kuat untuk mampu berwirasuwasta, maka orang tua
hendaknya mengajak dan membimbing anak dalam hal:
·Memahami arti wirasuwasta dan cirri-ciri
manusia wirasuwasta
·Memahami pentingnya wirasuwasta dalam
memajukan kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan Negara
·Memahami keluarga/ rumah tangga sebagai
suatu lembaga ekonomi (sebagai perusahaan mini)
·Mengenal bidang-bidang dan jenis-jenis
kegiatan wirasuasta.
·Dalam setiap kegiatan kerja, orang tua
member motivasi dan bimbingan untuk memperkuat pribadi atau sikap mental
wirasuasta.
Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian khusus dari para orang tua dalam mendidik anak remaja menjadi manusia
wirasuwasta adalah:
a.Dalam
hal pendidikan kepribadian pada anak remaja, orang tua tidak bekerja sendirian,
tetapi melihatkan pihak-pihak lain
b.Berilah
kesempatan kepada anak untk belajar memimpin suatu usaha bersama. Dalam melatih
anak untuk dapat memimpin usaha bersama
ini dapat ditempuh secara berahap dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Latihan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan produsksi
2.Latihan
pelaksanaan kegiatan administrasi
3.Latihan
pelaksanaan tiap-tiap fungsi menejemen sederhana seperti: perencanaan,
pembagian tugas pekerjaan, pembimbingan kerja bagi adik-adiknya, pengawasan
kerja, dan penyusunan anggaran
4.Latihan
membuat policy perusahaan
5.Latihan
memimpin kegiatan produksi
6.Latihan
mengatur kegiatan pemaaran jika perlu
7.Latihan
memimpin musyawarah keluarga
8.Latihan
memimpin perusahaan keluarga (sebagai menejer)
c.Doronglah
minat anak untuk memperkaya pengalaman belajar, baik dari sekolahnya, dari
pergaulannya dimasyarakat, dan dari buku-buku yang membahas tentang
kewirasuwastaan, ekonomi, pendidikan, pembinaan kepribadian dan sikap mental,
dan moneter. Dengan demikian anak dapat memperkuat dirinya sebagai manusia
wirasuwasta melalui bekerja nyata, berdoa, membaca-baca, dan bergaul.
Perlu dicatat, bahwa peranan keluarga
atau orang tuadalam mendidik manusia tidak mesti hanya berhenti pada anak-anak
yang mencapai akhir masa remaja atau setelah anak berumah tangga sendiri.
Harapan kita memang begitu, bahkan orangtua dapat melepas anak untuk berdikari
100% sebelum mereka menikah. Namun demikian, apabila anak yang bersangkutan
sampai berumah tangga tatapi ternyata masih belum mampu berwirasuwasta, adalah
masih menjadi kewajiban orang tua atau keluarga untuk tetap membimbingnya.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Beranjak dari pembahasan diatas, maka pemakalah
dapat menyimpulkan bahwa dalam mendidik anak agar mempunyai jiwa wirasuwasta
harus dimulai sejak dini, yaitu pada lingkungan keluarga. Oleh karena itu peran
keluarga sangatlah penting untuk memahami dan membentuk kepribadian seorang
anak sesuai dengan tahapan tahapan perkembangan kepribadian dalam mendidik anak
untuk terlatih menjadi manusia wiraswasta.
Adapun pendidikan anak sesuai dengan tingkat
perkembangan kepribadianya adalah sebagai berikut:
1.Pada
masa kanak-kanak (2 sampai 12 tahun), pada masa ini, anak-anak berkembang dalam
dua priode yaitu:
a.Umur
2 sampai 5 tahun
·Melatih kepribadian anak dengan cara,
melatih berbahasa, melatih daya ingatan, melatih daya imajinasi dan melatih
aktualisasi.
·Pengakuan terhadap prestasi yang
ditunjukkan anak walaupun kecil
·Pembatasan-pembatasan keinginan anak
agar tidak cenderung menjadi agresif.
b.Umur
6 sampai 12 tahun (usia sekolah dasar)
·Melatih kepribadian dengan cara: melatih
pembentukan ide/ gagasan, melatih disiplin, berfikir memecahkan masalah,
melatih self confidence anak, melatih kerajinan dan ketekunan anak dalam
belajar dan bekerja.
·Mendidik melaui permainan-permainan yang
bertujuan unutuk: melatih ketangkasan mental, berani bergaul dengan orang lain,
ketangkasan jasmani, seportivitas, tanggung jawab, tenggangrasa.
·Mendidik melalui layanan kasih sayang
seperti: memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif, tidak terlalu
memberikan larangan, tegoran sehingga anak tertekan, biarkan anak-anak membuat
kesalahan.
2.Pada
masa Pra-Remaja
·Melatih kepribadian anak dengan cara:
memberi kesempatan yang lebih banyak kpada anak untuk mengenal perkembangan
diri, lebih merangsang perkembangan daya pikir anak, membimbing daya nalar
untuk pemahaman sopan santun dan masalah etis.
·Pada masa ini anak cenderung memilih
permainanya sendiri, peran orang tua hanya member pengarahan apabila permainan
yang dilakukan berbahaya pada diri dan orang lain.
·Menumbuhkan sikap cinta bekerja,
seperti: mengajak anak untuk ikut serta dalam usaha perusahaan keluarga.
·Mengajarkan untuk belajar bermusawarah
3.Pada
masa Remaja
·Melatih kepibadian anak dengan cara:
melatih keseimbangan emosi anak dengan cara menasehati dengan lembut.
Mengenalkan anak pada buku-buku yang membahas masalah moral.
·Mengajak dan membimbing anak paham akan
arti wiraswasta dan bagaimana cirri manusia wirasuawta
·Pentingnya wirasuwasta dalam memajukan
kehidupan pribadi, keluarga dan bangsa dll
·Usahakan anak paham bahwa keluarga/
rumah tangga adalah sebuah perusahaan mini.
·Orang tua selalu memberikan motivasi
Anak untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaa dalam usaha wiraswasta
Perlu kita ketahui bahwa uraian diatas
hanyalah konsep-konsep/ theory tentang bagaimana menciptakan manusia
wirasuwasta dilingkungan keluarga menurut tingkat perkebangan kepribadianya,
tentu teory membutuhkan suatu pengamalan ketika kita mengharapkan hasil/ bukti
dari theory tersebut, maka memahami teory adalah penting dan yang lebih penting
adalah memprakteknya.
B.Saran
Kita ketahui bahwasanya mendidik anak agar mempuyai
jiwa wiraswasta haruslah di mulai sejak dini. Dan karena lingkungan keluargalah
yang merupakan lingkungan pertama bagi anak-anak untuk menemukan kepribadian
wirasuasta maka pemakalah mengharapkan agar sebagai pendidik sangat penting
sekali memahami bagaimana menerapkan pendidikan wirasuwasta terhadap
anak-anaknya dengan kata lain metode didiknya harus sesuai dengan konsep-konsep
yang ada pada kewirausahaan yaitu, mendidik anak agar menjadi manusia
wirasuwasta itu disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian anak agar
tujuan dari pendidikan wirasuwasta itu terlakana sehingga melahirkan
manusia-manusia wirasuasta yang mempunyai prospek hidup yang menjanjikan.
Dan khususnya bagi calon generasi yang nantinya akan
membangun sebuah keluarga, agar mendidik anak-anaknya dengan memahami
kepribadian anak masing-masing dalam memberikan pendidikan wiraswasta.