Rabu, 21 Maret 2012

Mastrubasi (onani-Al Istimna)


MASTURBASI (ONANI AL-ISTIMNA”)


Pada setiap periode sejarah umat manusia, generasi muda merupakan rahasia kekuatan umat itu, penggerak kebangkitan untuk suatu bangsa. Masa depan umat terletak di tangan mereka, karena pemuda memiliki banyak keistimewaan, seperti keberanian, semangat, kecerdasan dan kekuatan jasmani.
Pada saat syari’at Islam yang dibawa Nabi Muhammad lahir, generasi muda memegang peranan penting dalam masa perang dan dakwah Islamiyah. Pada saat ini pun peranan pemuda sangat diharapkan dalam berbagai bidang kegiatan.
Musuh-musuh Islam (termasuk musuh ideology), menyadari benar terhadap peranan generasi muda tersebut. Oleh sebab demikian, sasaran utama ditujukan kepada pemuda-pemuda Islam dengan strategi keji yang diperkirakan dapat melumpuhkan ummat Islam dan merapuhkan pertahanannya.
Di antara strategi mereka:
a.             Menciptakan bermacam-nacam sarana untuk membangkitkan nafsu birahi (syahwat), dengan cara: menyediakan (mengedarkan) gambar porno, menggelar teater-teater yang dapat menyentuh dan membangkitkan nafsu birahi generasi muda (pria dan wanita), memutar blue film, mencetak majalah-majalah yang di dalamnya dimuat foto-foto wanita yang merangsang dan masih banyak lagi cara lain yang pada intinya untuk merusak moral para pemuda.
b.            Menutup pintu kebenaran, supaya orang menghindar dari kebenaran itu, seperti berumah tangga, yang merupakan sunnatullah. Musuh-musuh Islam membisikkan dan menyebarluaskan pandangan, bahwa melangsungkan perkawinan cukup rumit dan sulit, perlu dana, dan keperluan lainnya, disamping ada beban mendidik dan membiayai anak.

Di satu sisi nafsu birahi diumbar dan disisi lain, orang yang mau kawin ditakut-takuti. Akhirnya para pemuda menempuh jalan lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Di antara cara yang dipandang tidak memikul risiko dan tidak diketahui orang adalah masturbasi (onani).

A.          HUKUM MASTURBASI (ONANI)
Onani yang dilakukan seorang laki-laki, adalah termasuk etika dan adab. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya.

1.      Haram
Di antara ulama yang mengharamkannya adalah pengikut mazhab, Maliki, Syafi’I, Hanafi (menurut riwayat Imam Ahmad), Ibnu Thaimiyah dan pengikut Zaid. Mereka beralasan kepada firman Allah:
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah             orang-orangyang melampaui batas (al-Mukminun: 5-7)

Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami, bahwa yang dapat dibenarkan untuk mengadakan hubungan seks, adalah dengan isteri. Jadi, selain itu seperti zina, homoseksual dan onani, tidak dibenarkan, karena melampaui batas sebagaimana ditegaskan pada akhir ayat di atas.
Dalil lain adalah firman Allah:
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya sehingga Allah memampukah mereka dengan karunia-Nya….(an-Nuur: 33)

Ayat tersebut mengharamkan onani dari dua sudut:
a.      Sesungguhnya Allah memerintahkan orang Islam yang belum mampu kawin supaya menjaga kesucian diri. Kalimat   #Ïÿ÷ètGó¡uŠø9ur  mengandung perintah. Dengan demikian menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh, hukumnya wajib (Ushul fiqih)
b.      Dalam ayat tersebut di atas dan ayat-ayat lain tidak pernah Allah memberikan jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan biologis seperti onani, malahan diperintahkan supaya menjaga kesucian diri.

         Selanjutnya mereka berpegang kepada hadits Rasulullah:

Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah bersabda wahai (generasi) pemuda, barang siapa di anatara kalian sudah siap (mampu) berumah tangga, maka kawinlah. Sesungguhnya kawin itu dapat menjaga pandangan mata dan memelihara kemaluan (dari perbuatan maksiat). Barang siapa yang belum mampu  hendak ia berpuasa karena dengan puasa itulah dirinya akan terlindungi dari kemaksiatan (HR. Bukhari Muslim)

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa bagi orang yang belum mampu berumah tangga, jalan keluarnya adalah berpuasa untuk menurunkan dorongan syahwat, bukan dengan cara lain seperti onani dan lain-lain.

2.      Makruh
Pengikut mazhab Hambali memandang onani itu sebagai perbuatan  yang makruh. Mereka berdalil kepada qias. Perbuatan onani itu sama halnya seperti mengeluarkan darah dari tubuhnya demi untuk kesembuhan penyakit.
Diantara orang yang memandang makruh, adalah Ibnu ‘Umar’ dan ‘Atha’. Kendatipun mereka membolehkan, tetapi tetap dibenci perbuatannya itu. Ibnu Hazm berpendirian demikian, yaitu orang laki-laki dan perempuan yang menyentuh alat vital masing-masing diperbolehkan

3.            Mubah (Boleh)
Hukum yang membolehkan onani berasal dari pendapat Hasan, Amr bin Dinar, Ibnu Abbas dan Mujahid. Hal ini pernah terjadi pada waktu peperangan. Hal ini juga berarti, bahwa onani itu, diperbolehkan dalam keadaan yang sangat terpaksa dan mendesak

4.      Wajib
Di antara ulama yang menyatakan, bahwa onani itu haram pada suatu ketika dan wajib pada situasi yang lain, adalah pengikut Imam Hanafi. Andaikata seseorang yang dikhawatirkan akan berbuat zina, maka wajiblah ia menyalurkan nafsu seksualnya dengan onani.
Mereka berpegang kepada kaidah:


Jika berkumpul dua bahaya, maka wajib kalian mengambil bahaya yang paling ringan

Jadi, Jika onani dilakukan untuk merangsang dan mebangkitkan syahwat, maka tetap haram hukumnya menurut mazhab ini.

B.           EFEK SAMPING ONANI
Perbuatan onani, walaupun ada di antara ulama yang membolehkannya, tetapi perlu dikaji segi lainnya. Apakah perbuatan itu ada dampak negatifnya bagi si pelakunya atau tidak. Di bawah ini akan dicoba mengetengahkannya.

1.            Efeknya Terhadap Rohani
Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa hukum onani adalah haram, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Perbuatan haram, menyangkut dengan dosa dan perbuatan dosa adakalanya sudah dibalas selagi hidup di dunia. Ibnu Qayyim pernah berkata: “Setiap musibah, bencana, nasib sial dan kekurangan, baik di dunia maupun di akhirat, penyebabnya adalah perbuatan dosa dan tidak melaksanakan perintah Allah”. Kemudian beliau menambahkan: “Kemaksiatan adalah api yang membakar nikmat keseluruhan, seperti halnya api yang membakar kayu bakar”.

a.             Hilang sifat istiqamah (lemah pendirian) dalam menjalankan ajaran agama Islam. Rohaninya selalu diganggu oleh setan, kebiasaan-kebiasaan buruk itu terus dilakukan. Lama-lama menjauh dari agama yang dianutnya dan sewaktu-waktu perasaan berdosa muncul dalam dirinya, jiwa selalu gelisah.
b.            Kendatipun pelaku onani tidak menyimpang dari agama secara keseluruhan, tetapi dia tetap dianggap meremehkan agama, seperti yang telah dikemukakan di atas pada surat al-Mu’minun 5-7 dan surat an-Nuur: 33 yang intinya seseorang tetap dituntut untuk mensucikan diri, jangan melakukan perbuatan yang menyimpang, seperti onani..

2.            Efeknya Terhadap Kesehatan
Perbuatan onani sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Ahli kedokteran mengatakan, bahwa onani dapat menimbulkan beraneka ragam efek samping, antar lain:
a.             Melemahkan alat kelamin, dan sedikit demi sedikit akan semakin lemah (lemas), sehingga tidak dapat melakukan hubungan seksual dengan sempurna.
b.            Melemahkan urat-urat tubuh, karena mengeluarkan mani tidak melalui hubungan seks, tetapi dengan tangan.
c.             Mempengaruhi perkembangan alat vital dan mungkin tidak akan tumbuh sebagaimana lazimnya.
d.            Alat Vital itu akan membengkak, sehingga si pelaku menjadi mudah mengeluarkan maninya.
e.             Mengakibatkan (meninggalkan) rasa sakit pada sendi tulang punggung, tempat sumber air mani keluar. Akibatnya, punggung akan menjadi bungkuk.
f.              Menyebabkan anggota badan sering merasa gemetaran seperti di bagian kaki dan sebagainya.
g.            Menyebabkan kelenjar otak menjadi lemah, sehingga daya berpikir menjadi semakin berkurang, daya tahan menurun dan daya ingatan juga melemah.
h.            Penglihatan semakin berkurang ketajamannya, karena sudah tidak normal lagi.

Kalau ditimbang-timbang, maka mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya (bagi orang yang memperbolehkan onani).

3.            Efeknya Terhadap Kejiwaan
a.             Menurut ahli ilmu jiwa: Sebenarnya, pemuda yang beronani itu juga merasakan, bahwa dirinya bersalah dan dia pun tahu, bahwa perbuatan itu berdosa. Akan tetapi dia selalu mengulanginya karena kebiasaan. Jadi perbuatannya itu selalu dirasakan bertentangan dengan hati kecilnya (nuraninya). Karena perbuatannya itu merupakan pelanggaran dari ajaran Allah, maka jiwanya selalu gelisah. Perhatiannya terhadap agama Allah telah terkalahkan oleh hawa nafsunya.
b.            Perbuatan onani yang dilakukan secara berlebihan, akan menyebabkan urat saraf tidak stabil lagi, kepercayaan diri menjadi hilang, hidup menyendiri, karena perasaan malu yang tertanam dalam jiwanya.
c.             Kesenangan dalam beronani, yang melampaui batas, akan membuat orang kecanduan. Akhirnya terbawa arus dan terus-menerus memperturutkan hawa nafsu.

C.       OBAT PENYEMBUH
Untuk mengobati penyakit onani ada beberapa jalan yang harus ditempuh, yaitu: melangsungkan perkawinan, bila sudah memungkinkan. Kalau belum memungkinkan lakukannlah ibadah puasa. Cara lain ialah dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, menjaga pandangan mata yang sifatnya merangsang, melatih kemauan untuk menantang kemaksiatan. Disamping itu turut juga membantu, bila telah terlatih memerangi pola piker yang negatif, menyibukkan diri  tatkala nafsu birahi timbul, mengingat-ingat akibat buruk dari onani itu menjauhi segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi nafsu syahwat dan berdoa kepada Allah agar terhindar dari segala perbuatan maksiat. Demikian di antara upaa-upaya yang dapat dilakukan dalam pengobatan penyakit onani


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departeme Agama.
Ahmad Ramali dr. Memelihara Kesehatan dalam Hukum Islam, Balai Pustaka Jakarta.
As-Suyuthi Imam, Al-Asybah Wan Nazhaair, Darul Fikri Beirut.
Shaleh Tamimi, Onani Masalah Anak Muda (Terjemahan), Gema Insani Press, Jakarta 1994.
Said Sabiq, Fiqhus Sunnah, Maktab al-Adab, Kairo, Jilid 9.

Ilustrasi Manajemen Waktu

Suatu hari, seorang ahli 'Manajemen Waktu' berbicara di depan sekelompok mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah dilupakan oleh para siswanya.

Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia berkata: "Baiklah, sekarang waktunya kuis " Kemudian dia mengeluarkan toples berukuran galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya di atas meja.

Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati- hati batu-batu itu kedalam toples.

Ketika batu itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya:" Apakah toples ini sudah penuh?"

Semua siswanya serentak menjawab, "Sudah!"

Kemudian dia berkata, "Benarkah?"

Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu.

Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi: "Apakah toples ini sudah penuh?"

Kali ini para siswanya hanya tertegun, "Mungkin belum!", salah satu dari siswanya menjawab.

"Bagus!" jawabnya.

Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang- ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan.

Sekali lagi dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?"

"Belum!" serentak para siswanya menjawab sekali lagi dia berkata, "Bagus!"

Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples, sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas.

Lalu si Ahli Manajemen Waktu ini memandang kpd para siswanya dan bertanya: "Apakah maksud dari ilustrasi ini?"

Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!"

"Bukan!", jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa :

JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM TOPLES TERSEBUT.

"Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami/istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yg kamu anggap paling berharga dalam hidupmu.

Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya.

Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu".

Memuliakan Islam dengan 5 S


Memuliakan Islam dengan 5 S
Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya !,” suasana tiba-tiba menjadi sulit khusuk, betapa pun bacaan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.
Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengat sangat ramah dan menyapa “Good Morning !” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.
Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokkan kewibawaan dakwah itu sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, hal ini dapat disebut dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain ? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersengum ? kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita ?
S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keihlasan, rasanya seasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam ? padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan ? Adakah yang salah dalam diri kita ?
S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa ? Mengapa harus ketus da keras ? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita ?
S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua ? sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang di depan kita teremehlan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.
S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki ? sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia ? Sejauh mana  kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membahas kebaikan orang yang kurang baik ?
Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu ? Mari, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana.  Alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada, pemaaf yang tulus dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan. Ikhlaskan kehidupan hanya kepada Allah jua, karena Dia-lah yang akan membalas setiap perbuatan manusia. Termasuk juga baik buruknya perilaku yang diterima dari orang-orang yang berada disekitar kita, karena Allah Maha Tahu akan semui itu. Seperti yang disampaikan Allah SWT dan juga dalam sabda Rasul-Nya, bahwa sebesar biji zarah pun amal perbuatan manusia akan mendapatkan balasannya di akhirat nanti..karena itu tidak heran juga jika banyak orang yang mengatakan hidup ini ibarat bercocok tanam. Siapa yang menuai benih yang baik, memupuk dan menyiramnya hingga tumbuh subur, maka ia pula yang akan mendapatkan hasil yang baik pula. Begitupun dengan segala hal yang diperbuat manusia selama kehidupannya di akhirat ini, kelak akan mendapatkan balasannya di akhirat.
Berkaitan dengan hal itu pulalah, maka umat Islam dituntut untuk mencipatakan pribadinya sebagai jiwa yang memiliki kewibawaan dengan atribut 5 S ini; Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammina makarimal akhlak,”Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”

Menghargai Pembantu


Menghargai Pembantu
Oleh : Amina Erni (Penyiar Radio Pesona FM)
Rasul tak pernah mengeluarkan kata-kata kasar kepada pembantunya.
Bertahun-tahun melayani Nabi Muhammad, ujar Anas bin Malik, belum pernah ia mendapati kata-kata kasar keluar dari mulut majikannya itu. Bahkan muka masam tidak pernah diperlihatkan kepadanya, apalagi memukul. Muhammad memperlakukan pembantunya, Anas dengan lemah lembut.
            Aisyah menjadi saksi. Menurut dia, Rasulullah tak pernah memukul dengan tangannya sama sekali, kecuali ketika berjihat dijalan Allah. “Beliaupun tak pernah memukul pembantu dan perempuan,” ujarnya dalam hadits yang diriwayatkan Muslim.
            Kisah manis pembantu Muhammad pun berlanjut. Anas menuturkan, ketika ia tak sepenuhnya mampu mengerjakan apa yang diminta, junjungannya itu mampu memakluminya. Pernah saudaranya memarahi Anas dan diketahui Muhammad. Lalu Muhammad akan segera membela Anas.
            “Biarkan dia. Seandainya mampu, dia tentu akan mengerjakannya,” ujar suami Khadijah ini. Suatu hari, ungkap Anas ia diminta ;untuk menyelesaikan sebuah urusan. Namun ia melakukan kekhilafan. Anas malah bermain-main dipasar bersama sejumlah anak. Tiba-tiba majikannya itu muncul dan memegang bajunya dari belakang. Anas melihat wajah Muhammad, bukan amarah yang terlihat, melainkan senyum yang menghiasi bibirnya.
            Dengan lembut, Muhammad berkata, “Anas pergilah ketempat yang aku perintahkan.” uqbah bin Amir Juhani, pembantu lainnya, juga merasakan kelemah lembutan putra Abdullah tersebut. Meski hanya berstatus sebagai pembantu rumah tangga, Rasul tidak menginginkan Uqbah menderita.
            Menurut Uqbah, dalam sebuah perjalanan, Rasul meminta dirinya untuk bergantian menunggang keledai yang digunakannya sebagai kendaraan. Sebab, ia tidak ingin Uqbah kelelahan berjalan kaki. Dalam sebuah referensi buku Sopian dikatakan bahwa Rasul tidak hanya menjadi majikan bagi pembantunya.
            Beliau ujar bahwa Rasul adalah sosok teladan yang ditiru oleh pembantu yang ikut dengannya. Abu Hurairah mengatakan, tak seorangpun shalatnya mirip dengan Rasulullah, melainkan Ummu Sulaim, yaitu Anas bin Malik. Tsaubah salah seorang pembantu Rasul sangat jatuh cinta padanya.
            Ia mengadu kepada Rasul bahwa ia merasa hampa jika tak bersamanya. Ia khawatir jika diakhirat nanti tak bertemu. Tak lama setelah penuturan Tsaubah, turun wahyu bahwa barang siapa saja yang taat pada Allah dan Rasulnya, maka nanti diakhirat ia akan bersama orang-orang yang diberi nikmat Allah. Yaitu para Nabi, Shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shaleh.
            Shaleh Ahmad asy-syaami dalam bukunya, Berakhlak dan Beradab Mulia, menegaskan agar berlaku baik terhadap pembantu rumah tangga. Ia mencontohkn yaitu dengan berkata-kata baik terhadap mereka.
            Sebab bagaimanapun pembantu adalah manusia. Seseorag sebaiknya tak memanggil pembantunya dengan panggilan buruk. Di sisi lain, kata dia, pembantu harus merasakan rasa hormat. Dengan demikian ada timbal balik antara pembantu rumag tangga tersebut dengan majikannya.
            Dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, memang sepatutnyalah kita mentauladani Rasulullah dari segi akhlaknya terhadap sesama, berlaku baik kepada pembantunya. Hal ini juga merupakan bukti akan ketaqwaan manusia kepada penciptanya, meningkatkan keimanan. Sebagaimana yang disampaikan Allah dalam firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 1-4 dan aliimran ayat 133-135.
Beberapa riwayat tersebut, hendaknya tidak hanya menjadi sebuah bacaan atau hanya referensi semata, namun adalah bahan renungan. Betapa mulia dan luhurnya sikaf dan tata cara Rasul dalam memperlakukan  hamba Allah, salah satunya pembantu. Sehingga tidak ada kesenjangan diantara yang satu dan yang lainnya, semua adalah sama. Pada dasarnya semua hamba adalah sama adanya, yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan dan keimanannya saja. Akhlak baik hendaknya senantiasa diberlakukan kepada siapapun dan dimanapun. Tidak mengenal kasta, harta, jabatan dan ras suku. Menghargai pembantu adalah salahsatu contohnya, seperti yang telah penulis uraikan di atas berdasarkan beberapa riwayat. Tidak ada alasan untuk berlaku tidak baik kepada sesama manusia, baik sesama umat muslim maupun berlainan kepercayaan.
Jika Rasul saja berlaku bijak dan arif pada para pembantunya, lalu mengapa umat Nabi masa sekarang harus berlaku sombong dan tak adi. Kiranya hal ini patut untuk dipertanyakan kepada siapapun termasuk juga pada diri anda. Dengan Maha Kasih dan Maha Penyayang-Nya, Allah senantiasa mengasihi para hamba-Nya, memberi keampunan kepada siapa saja yang ingin kembali kejalan-Nya.
Rasul pun tak pernah berkata-kata kasar kepada pembantu rumah tangganya, itulah kiranya          pedoman yang bisa selalu diingat bagi para umatnya. Bagaimanapun kehidupan yang ia miliki, semata-mata hanyalah titipan Allah jua dan kapanpun akan ditarik kembali dengan kekausaan-Nya. Sebaliknya, semudah membalikkan telapak tangan pula, Allah mampu memberi kenikmatan dan keberkahan bagi siapa saja yang Ia kehendaki, termasuk kepada mereka yang senantiasa memuliakan pembantunya.
Selain dari riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas, terdapat juga dalam riwayat dan sejarah Islam lainnya, bahwa jelas-jelas Rasul memperlakukan pembantunya seperti ia bergaul dengan saudara-saudara serta sahabat-sahabatnya. Dari segi panggilan misalnya, selalu berkata-kata sopan dan sejuk untuk didengar. Tak pernah ada kata-kata yang bersifat menyinggung atau menyakiti perasaan siapa saja yang ada disekelilingnya. Pembantunya ia anggap sebagai sahabat layaknya sahabat-sahabat yang senantiasa menemani dan berjuang dalam menyebarkan Islam di jalan dakw ah.
Sehingga Rasul dikenal dengan sosok yang sangat arif dan bijaksana,tidak hanya pada saat itu. Tetapi hingga saat ini pun, sejarah masih menulis dan menobatkan Rasul sebagai suri tauladan yang baik. Segala sikap dan perbuatannya, tetap menjadi landasan dalam mengarungi kehidupan ini. Karena itulah, dalam haditsnya, Rasulullah berpesan bahwa dua pusaka yang ia tinggalkan agar menjadi pedoman dan tali pegangan bagi umatnya, yaitu al-qur’an serta sunnah-sunnah yang telah ia sampaikan bernama hadits.
Karena itu, marilah sempurnakan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, dengan menghargai pembantu rumah tangga atau apapun istilah yang berlaku dalam kehidupan anda, bagi mereka yang senantiasa membantu dan setia menemani keseharian anda, meringankan beban dan tugas anda. Semangatkan diri dalam beribadah pada Allah, dengan cara mematuhi segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Jangan biarkan diri anda sebagai sosok yang ditakuti karena kemurkaan dan kekerasan anda terhadap yang papah. Sebagaimana perilaku yang diterima Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negeri luar sana. Bentuk hubungan yang baik secara horizontal dan pertikal, kepada Allah (hablumminallah) dan sesama umat manusia (hablumminannas). Wallahu A’lam.

Pendidikan Wirausaha Di lingkungan Keluarga


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Banyak orang tua yang belum mengerti cara-cara mendidik anak yang efektif. Kebanyakan dari mereka melaksanakan pendidikan dengan menggunakan kekuasaan atau otoritas orang tua. Anak dianggap sebagai makhluk yang harus tunduk dan patuh kepada segenap kehendak dan aturan-aturan orang tua. Sikap berkuasa sementara orang tua ini ditunjukkan kepada anak-anak, terlebih-lebih kepada anak-anak yang bukan anak kandung mereka atau anak-anak dari sanak saudara yang berasal dari lingkungan lain misalnya dari desa. Pendidikan yang mereka berikan lebih banyak berupa nasihat-nasihat dan teguran-teguran yang tidak memperhatikan taraf pertumbuhan dan perkembangan anak. Mereka anti terhadap tindakan-tindakan anak yang dianggap salah atau tidak pantas. Bagi para orang tua yang belum mengenal perkembangan jiwa anak, cenderung lebih suka menganggap aneka tingkahlaku anak kecil sebagai keanehan yang tidak pantas. Para orang tua cenderung menekan dan membatasi gerakan dan variasi tingkahlaku anak-anak.
Dalam praktek, sering pula kita jumpai banyak keluarga atau orang tua yang membiarkan kehidupan anak-anak di rumah dirundung oleh situasi rutin yang tidak kreatif. Anak-anak tidak diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang melatih pribadi yang dinamis dan kreatif. Anak dibiarkan bermalas-malasan, luntang-lantung tak menentu. Akibatnya, anak sering tidak krasan dan tidak betah untuk tinggal di rumah dan pergi begadang entah kemana, orangtua tidak dapat mengadakan pengawasan atau bahkan tidak perduli. Apalagi jika anakanak sudah bersekolah dan kebetulan memiliki cukup kecerdasan, maka orangtua menjadi bangga dan puas. Akibat kepuasannya itu, mereka menjadi lengah, merasa tidak perlu lagi membimbing dan melatih kekuatan mental anak agar siap untuk menghadapi tantangan hidup maas depan. Situasi semacam itu juga merugikan anak. Anak menjadi canggung, kekuatan pribadinya menjadi kurang berkembang.
Semua apa yang diungkapkan di atas adalah bukan kondisi yang tepat untuk membelajarkan anak menjadi manusia wirausaha. Kondisi semacam itu perlu mendapatkan perhatian dan perlu diubah menjadi situasi belajar kewiraswastaan di lingkungan keluarga.
Beranjak dari uraian diatas dan berdasarkan silabus matakuliah kewirausahaan, peuliis membuat makalah dengan judul “pendidikan wiraswasta dalam lingkungan keluaraga menurut tingkat perkembangan keribadian anak (psikologi)”

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Peran lingkungan keluarga dalam membentuk kepribadian anak?
2.      Bagaimanakah tingkat perkembangan kepribadian anak?
3.      Bagaimana pendidikan wirasuwasta yang sesuai dengan tingkat perkembangan kepribadian anak?

C.    Tujuan
1.      Melengkapi persaratan perkuliahan dalam matakuliah Kewirausahaan prodi PBI semester VII
2.      Mengetahui tingkat perkembanagan kepribadian anak dan mengetahui pendidikan wirasuwasta yang tepat menurut tingkat perkembangan kepribadian anak.

D.    Batasan
Makalah ini hanya membahas tentang pendidikan wirasuasta menurut tingkat perkembangan kepribadian anak dalam lingkungan keluarga.

E.     Manfaat
Setelah memahami pendidikan wirasuasta yang disesuaikan dengan tingat kepribadian anak dilingkungan keluarga, maka ketika hidup di real society, pendidikan-pendidikan yang direalisasikan dilingkungan keluarga dalam rangka menciptakan manusia wirasuasta tidak bertolak belakang dengan konsep-konsep pendidikan wiraswasta yang benar. 



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kepribadian
Kata kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona atau personality yang berarti topeng. Akan tetapi sampai saat ini asal usul kata ini belum diketahui.
Konteks asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. hal ini diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam masyarakat. Pada dasarnya manusialah yang menyerahkan sebuah  kepribadian kepada masyarakatnya dan masyarakat akan menilainya sesuai degan kepribadian tersebut.
Definisi kepribadian memiliki lebih dari lima puluh arti akan tetapi definisi kepribadian yang penulis maksud di sini adalah himpunan dan ciri-ciri jasmani dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan seseorang dengan orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda.[1]

B.     Lingkungan Keluarga
lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Banyak hadis yang meriwayatkan pentingnya pengaruh keluarga dalam pendidikan anak dalam beberapa masalah seperti masalah aqidah, budaya, norma, emosional dan sebaginya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini.
Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan lingkungannya. Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi atau Nasrani atau majusi”.[2]
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.[3]
 Dalam kaitanya dengan wirasuwasta, Orang tua merupakan pelaksana dan penanggung jawab pertama dan utama atas pendidikan anak. Dalam rangka mempersiapkan anak-anak untuk menjadi manusia-manusia wirasuwasta diperlukan  perlakuan yang tepat dari pihak orang tua sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan anak itu.

C.    Pendidikan Wiraswasta di lingkungan keluarga menurut tingkat Perkembangan Kepribadian Anak
a.      Perlakuan mendidik manusia wiraswasta pada anak-anak di masa kanak-kanak
Menurut uraian terdahulu, masa kanak-kanak dialami oleh anak dalam usia antara 2 s/d 12 tahun. Selama itu anak berkembang dalam dua priode yaitu, priode usia 2-5 tahun dan priode usia sekolah dasar antara 6/7 tahun s/d 12 tahun, yang pada masing-masing priode terdepat ciri-ciri perkembangan pribadi yang berbeda.[4]
Perlakuan keluarga yang dirasa sesuai dengan tingkat usia anak-anak (2-5 tahun) terdiri atas:
1.      Latihan-latihan kepribadian, antara lain:
a.       Melatih berbahasa (belajar menyebutkan nama-nama benda, orang, menyatakan sifat-sifat dan keadaan sesuaru dialam sekitarnya, latihan membilang dan menyatakan keinginan-keinginan).
b.      Melatih daya ingatan, (antara lain: mengingat-ingat dan menyebutkan hal-hal yang pernah diamati pada waktu-waktu sebelumnya).
c.       Melatih daya khayal atau imajinasi (misalnya dengan berceritera, permainan kreatif).
d.      Melatih aktualisasi diri (berceritera, menyanyi, menggambar, bermain dan berpendapat).
2.      Layanan kasih sayang
Yaitu bagaimana sebaiknya orang tua mencurahkan rasa kasih sayang kepada anak-anak pada usia-usia ini. Pada masa-masa yang unik ini, anak memang sangat memerlukan kasih sayang penuh dari pihak orang tua. Kasih sayang hendaknya diwujudkan dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak seusia ini, antara lain:[5]
a.       Perhatian orang tua terhadap keinginan dan tingkah laku anak
b.      Perlindungan orang tua atas berbagai macam tindakan dan pristiwa yang dirasakan oleh anak mengganggu atau mengancam
c.       Pengakuan terhadap prestasi yang ditunjukkan oleh anak betapapun kecilnya
d.      Pembatasan terhaadap semua keinginan anak sehingga mereka tidak cenderung menjadi agresif
Suatu hal yang perlu diingat adalah bahwa anak usia ini memang perlu mendapat kasih sayang penuh, namun hati-hati, perlu pembatasan seperlunya terhadap semua keinginan anak. Benih-benih sikap manja atau tidak manja mulai tertanam pada masa ini.
Perlakuan orang tua yang sebaiknya terhadap anak umur 7 tahun sampai 12 tahun agar pribadi anak berkembang secara wajar untuk menjadi manusia wirasuwasta.
Dibawah ini adalah pendidikan yang diharapkan dari orang tua terhadap anak usia sekolah dasar dalam rangka mendidik anak menjadi manusia wirasuwasta.
1.      Latihan-latihan kepribadian
a.       Melatih pembentukan idea tau gagasan.
Pada masa ini kemampuan bahasa dan imajinasi anak makin berkembang. Dengan menunjuk berbagai fakta dan pristiwa, anak perlu dilatih dan dibimbing untuk mengemukakan pendapat, idea tau gagasan.
b.      Melatih disiplin.
Pada masa ini anak telah dapat mengerti hal-hal yang perlu atau tidak perlu untuk ia lakukan. Pada masa ini anak perlu dilatih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, misalnya dalam hal makan, tidur, mandi, belajar dan bekerja ringan.

c.       Melatih berfikir untuk memecahkan masalah.
Anak pada usia ini sudah memiliki daya intelektual untuk mengenal diri dan alam sekitarnya. Disamping fungsi berbahasa, ingatan dan minatnya semakin mantap, perkembangan pribadi yang menonjol pada usia ini yaitu pada fungsi berfikirnya. Disinilah saatnya untuk melatih pikiran anak. Dalam usia ini, anak hendaknya lebih banyak dihadapkan pada berbagai masalah yang menantang minatnya untuk memecahkanya. Kemampuan berfikir anak pada masa ini sangat dipengaruhi oleh daya pengamatan, daya ingatan dan imajinasi yang ada pada dirinya.

d.      Melatih kepercayaan anak kepada diri sendiri.
Pada masa ini anak mulai dapat mengukur kualitas pribadinya dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Tugas orang tua yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk berkawan dan bergaul dengan orang lain.. bila perlu ciptakan persaingan antar anak untuk mencapai prestasi pikiran atau pekerjaan. Seberapa jauh prestasi anak hendaknya memperoleh penghargaan untuk membina kepercayaan pada diri sendiri. Disamping itu pekerjaan anak perlu mendapat penilaiaan secara obyekktif, ditunjukkan kekuatan dan kelemahannya sembari diberikan motivasi untuk berprestasi lebih baik lagi.

e.       Melatih kerajinan dan ketekunan anak dalam belajar dan bekerja.
Anak seusia ini sangat memerlukan bimbingan dan pengawasan terhadap setiap aktivitasnya.
Suatu hal yang perlu diketahui oleh para orang tua dalam mendidik anak seusia ini disamping perlu membimbing daya  ingatan dan imajinasi, maka perhatian khususu perlu diberikan untuk melatih daya pikikran anak untuk memecahkan masalah.
Berikut ini adalah sedikit petunjuk dalam usaha melatih daya pikiran anak, diantaranya:
a.       Ajarkanlah anak untuk memilih masalah yang perlu dipecahkan
b.      Ajarkanlah anak membiasakan diri berfikir berdasarkan fakta
c.       Jangan memberikan tahayul dan informasi-informasi yang tidak masuk akal, karena hal-hal itu dapat melekat pada pola tingkah laku anak
d.      Latihlah anak melihat dan mengumpulkan data yang  berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan
e.       Ajarkanlah anak untuk mengolah sendiri data yang terkumpul itu dalam usaha memecahkan suatu masalah
f.       Bimbinglah anak untutk dapat menarik keimpulan dari analisa data itu, dan kemudian diajak berdiskusi untuk mengambil keputusan.

2.      Permainan-permainan
Anak usia sekolah dasar ini memerlukan permainan-permainan social. Anak suka bermain dengan anak-anak lain. Disamping anak diberi kesempatan untuk pegi bermain dengan teman sebayanya, pihak orang tua perlu juga menciptakan sitasi bermain di lingkungan keluarga. Berbagai macam permainan yang perlu diajarkan misalnya:
a.       Permainan yang melatih ketangkasan mental, seperti: halma, domino, karambol, dan kalau perlu catur, teka-teki dan cerdas cermat.
b.      Permainan yang melatih kepercayaan pada diri sendiri, misalnya: lawak, deklamasi, sosio drama.
c.       Permainan yang melatih keberanian bergaul, misalnya: teka teki, jamuran, kucing-kucingan, gobang, gating, ding, dsb.
d.      Permainan yang melaih ketangkasan jasmanai, sportivitas, tanggung jawab, tenggang rasa. Misalnya: kasti, ping pong, jetungan, sepak bola dsb.
Suatu hal yang menjadi catan adalah, bahwa pembagian jenis permainan diatas adalah tidak mutlak seperti itu. Pada dasarnya setiap jenis permainan yang disebutkan diatas dapat melatih berbagai fungsi dalam kepribadian anak.

3.      Layanan kasih sayang.
Pada dasarnya, anak seusia ini masih memerlukan  kasih sayang seperti pada anak yang berusia lebih muda, namun pada diri mereka mulai tumbuh keinginan untuk tidak tergantung sepenuhnya kepada orang dewasa. Oleh kerena itu hendaknya orang tua tidak terlalu mendominir usaha pengembangan anak. Prinsip otoaktivitas anak hendaknya mendapatkan perhatian dari orang tua. Peranan orang tua bukanya menguasai, melainkan memberikan kesempatan berkembang disertai dengan bimbingan dan pengawasan.
Anak usia sekolah dasar ini telah memiliki potensi untuk berfikir dan berbuat, oleh karena itu anak seusia ini sudah dapat dilibatkan didalam kesibukan usaha keluarga. Mereka sudah boleh diikutsertakan dalam fungsi-fungsi perusahaan keluarga.,
Mereka perlu mulai diberi kesempatan untuk belajar dan memperoleh pengalaman kewirasuwastaan. Dengan berpartisipasinya didalam latihan-latuhan kewirasuwastaan, anak mulai ditempa kepribadiannya untuk siap mengenal dan mengatasi permasalahan hidupnya.
Drs. Suemanto, MPd. (pendidikan wirasuwasta, 1996), menawarkan kiat-kiat untuk mempersiapkan anak-anak menjadi manusia wirasuwasta, diantaranya:
a.       Berilah kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari kenyataan serta praktek-praktek kehidupan nyata orang tua sehari-hari. Biarkanlah kepada mereka sejak kanak-kanak mulai mengamati dan mengenal bagaimana keluarga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Disini anak akan mulai mengenal dunia dan minatnya terdorong untuk berpartisipasi didalam dunia kerja.
b.      Berilah kesempatan terhadap anak-anak untuk aktif. Banyak orang tua yanb mencap anak-anak yang aktif melakukan berbagai percobaan sebagai anak-anak nakal dan tidak sopan. Sebenarnya, itulah anak-anak yang berpribadi dinamis, antusias dan kreatif. Anak yang suka menyibukkan diri hendaknya tidak asal dimarahi dan dicap nakal. Justru mereka itu sedang melatih potensi kreativitasnya dan mereka akan merasa senag apabila mendapat perhatian, pengakuan dan pengarahan yang memberi motivasi belajar.
c.       Janganlah secara terus menerus orang tua member perintah, teguran dan larangan. Banyak orang tua yang cenderung bersikap otoriter terhadap anak dengan maksud menyayangi. Dengan selalu mendapat printah, larangan dan tekanan, maka perkembangan pribadi anak menjadi terhambat. Anak berkembang secara kurang wajar akibat dari campurtangan yang terus menerus dari luar diri anak.
d.      Orang tua hendaknya tidak terlalu menyolok didalam membeda-bedakan kasih sayang terhadap masing-masing anak. Banyak orang tua yang cenderung mencurahkan perhatian dan kasih sayang yang lebih besar kepada anak yang bungsu dan anak yang lebih tua cenderung diabaikan. Tindakan semacam ini akan merugikan semua anak, anak yang tua akan menjadi tertekan dan kecewa, sedangkan anak yang bungsu menjadi manja dan besar kepala. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya berusaha untuk memberikan perlakuan yang adil terhadap semua anak dengan memperhatikan perbedaan individual anak. Demikian pula factor perbedaan jenis kelamin hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menganak emas dan menganaktirikan anak-anak.
e.       Biarkan anak-anak membuat kesalahan, menurut pendapat sebagian orang tua yang mengerti tentang hakikat pendidikan, tujuan mereka mendidik anak yaitu membentuk pribadi anak agar bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua. Maka orang tua cenderung memandang berbagai tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua dianggap salah. Prilaku yang menyedihkan anak sering diderita oleh anak akibat orang tua berpandanagan demikian. Demi perkembangan pribadi anak secara wajar dan dinamis maka orang tua sebaiknya:
·         Mengerti, bahwa tujuan pendidikan anak adalah bukan menjadikan anak yang penurut dan apatis, melainkan membimbing perkembangan pribadi anak secara wajar dan dinamis sehingga mereka secara berangsur-angsur mampu berdiri sendiri.
·         Memahami, bahwa anak yang usianya masih muda adalah wajar kalau sering membuat kesalahan. Tugas kita sebagai orang tua bukanya mencegah teradinya kesalahan pada anak serta menghukum setiap kealahan. Karena hal ini dapat membina rasa takut dan serba salah, sehingga anak menjadi penakut dan canggung dalam menghadapi dan mengatasi tantangan hidupnya nanti.
·         Member kesempatan kepada anak untuk melakukan kesalahan. Dalam hal ini, bukan berarti bahwa orang tua harus membiarkan kesalahan-kesalahan itu terjadi terus secara berulang-ulang tanpa diberi pengarahan. Yang perlu disadari oleh orang tua adalah, bahwa kesalahan-kesalahan merupakan suatu yang manusiawi, terlebih pada anak-anak. Anak akan belajar banyak dari akibat kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Dengan berbagai tindakan yang salah, anak akan cepat mengenal kenyataan, sehingga anak menjadi berpengalaman belajar serta mampu intuk memilih tindakan-tindakan yang baik dan berguna bagi dirinya dan orang lain.

b.      Mendidik Manusia Wiraswasta pada Anak-anak di Masa Pra-Remaja
Perlakuan keluarga terhadap anak yang enginjak masa pra-remaja tentunya sedikit berbeda dengan perlakuan terhadap anak dimasa kanak-kanak. Masa pre-adolesen atau pra-remaja ini bergerak anatara umur 12 tahun sampai dengan 15 tahun. Pada masa ini pribadi anak ditandai oleh perkembangan yang dominan pada penalaran intelektualnya. Jiwa anak sedikit mengalami kegoncangan akibat perubahan dan pertumbungan jasmani yang disebabkan terjadinya “miyosis” (perkembangan fungsi kelenjar) didalam tubuhnya. Anak mulai cenderung untuk melepaskan diri dari pengawasan orang tua yang dirasakan terlalu membatasi minat dan tingkahlakunya. Kejutan-kejutan dialami oleh para orang tua berhubung adanya perubahan sikap yang menyolok dari pihak anak terhadap orang tua. Anak mulai berani menentang perlakuan orang tua.[6]

a.       Latihan-latihan kepribadian
Terhadap anak pada masa ini, orang tua sering mengalami kesulitan dalam mengatur dan mengarahkan tingkahlaku anak. Dalam masa ini orang tua secara intelejen tetap berusaha melatih kepribadian anak dalam hal-hal berikut:
·         Member kesempatan yang lebih banyak kepada anak untuk mengenal perkembangan diri serta pertumbuhan menjelang masa remaja, dengan pengarahan yang penuh pengertian.
·         Lebih merangsang perkembangan daya pikir anak, dengan menghadapkan anak kepada tugas-tugas yang mengandung problematic.
·         Membimbing daya nalar anak untuk mengerti sopan santun serta masalah-masalah etis.
Hal penting yang perlu diketahui oleh orang tua tentang pendidikan seorang anak pada usia ini adalah, bahwa anak tidak suka diatur secara paksa. Anak ingin selalu mnunjukkan bahwa dirinya dapat mengerti sesuatu dan dapat melakanakan berbagai macam pekerjaan tanpa harus selalu di dikte oleh orang lain.

b.      Permainan-permainan
Anak pada usia ini suka mencari atau menciptakan sendiri permainan-permainannya. Oleh karena itu orang tua tidah usah lagi terlalu pusing tentang permainan anak ini. Yang penting orang tua sedapat mungkin tidak mencela terhadap setiap kegiatan bermain anak sejauh permainan itu tidak membahayakan diri anak atau orang lain, dan selama permainan itu tidak melanggar nilai-nilai etis. Akan lebih baik apabila orang tua berusaha agar permainan seorang anak mulai diarahkan untuk melatih kemauan anak untuk bekerja sambil bermain atau bermain sambil bekerja.
Satuhal yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah member kesempatan kepada anak untuk berolah raga misalnya, senam, lari pagi dsb. Guna menjaga keseimbangan dalam hal pertumbuhan jasmaninya yang dipengaruhi oleh pertumbuhan/ perubahan kelenjar.

c.       Layanan kasih sayang
Anak pada masa pra-remaja ini tidak lagi membutuhkan kasih sayang seperti pada anak usia kanak-kanak lagi, bahkan ia tidak suka untuk dianggap kanak-kanak oleh orang lain. Kasih sayang yang diperlukan oleh anak usia ini adalah berupa pemberiaan kepercayaan, pengakuan dan pemberian penghargaan atas setiap hasil kerja pikir ataupun pisiknya.
Oleh karena anak pada masa ini ingin berusaha menunjukkan kemampuan untuk memenuhi/ melayani kebutuhannya sendiri serta dalam memikirkan setiap permasalahan hidup manusia, maka perlakuan-perlakuan berikut kiranya perlu dipertimbangkan:
·         Mulailah member pembagian tugas-tugas pekerjaan rumah tangga kepada anak-anak seusia ini, misalnya: mengatur ruang tamu, kebersihan/ pengaturan taman, kebersihan rumah, kamar mandi, dsb. Pembagian tugas pekerjaan ini dimaksudkan, agar anak merasa dipercaya dan diperlukan. Disamping itu membiaakan anak untuk mau bekerja dan menghargai setiap pekerjaan.
·         Menanamkan sikap pada anak, bahwa bekerja merupakan kegiatan yang berguna. Tidak ada pekerjaan yang hina, selama pekerjaan itu tidak merugikan orang lain. Sikap anak pada usia ini terhadap jenis-jenis pekerjaan, akan terbawa kedalam pribadinya dimasa berikutnya, sehingga mempengaruhi hal bagaimana anak menghargai suatu pekerjaan. Ada anak yang hanya suka menghargai pekerjaan-pekerjaan ketata usahaan, perkantoran dan pekerjaan-pekerjaan tangan bersih lainnya. Anak yang demikian akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan syatu pekerjaan. Keadaan seperti ini akan menghambat kemajuan pribadi anak untuk menjadi manusia wirasuwasta.
·         Anak pra-remaja sudah dapat di ikut sertakan didalam setiap kegiatan usaha dalam perusahaan keluarga dan bahkan dalam ketiga fungsi perusahaan keluarga. Yaitu dalam pekerjaan produksi, kegiatan manajemen dan bahkan dalam pembuatan policy dibawah pengarahan dari orang dewasa. Justru dari sejak masa inilah saat yang tepat untuk melatih kecakapan, ketekunan, dan keuletan bekerja seorang anak.
·         Ajarkanlah kepada anak mulai pada masa ini untuk bermusyawarah, bertukar pikiran dan mengeluarkan pendapat, karena pada masa ini anak mengalami perkembangan penalaran intelektual secara menonjol didalam pribadinya. Dan sikap mental bekerja mulai terbentuk pada anak dimasa Pra-Remaja ini.

c.       Mendidik Manusia Wirasuwasta pada Anak-anak di Masa Renaja
Pada dasarnya, perlakuan mendidik anak pada masa pra-remaja masih dilanjutkan pada anak yang telah menginjak masa remaja. Namun, pada masa renaja ini terjadi perubahan pola perkembangan pribadi anak, terutama pada perkembangan daya nalarnya yang surut akibat dominasi perkembangan dorongan seksualitas serta pemahaman nilai moral. Olehkarena itu perlu peubahan strategi dalam mendidik anak remaja ini.[7]
a.       Latihan-latihan kepribadian
Pada masa remaja ini, anak semakin segan bergaul dengan orang tua, minatnya mulai banyak tertuju kepada orang lain, perhatiannya mulai tertuju kepada teman-teman lain jenis kelamin. Keinginan dan emosi anak berfungsi secara dominan didalam diri anak. Anak di usia remaja semakin berusaha menjauhi kekuasaan orang tua, oleh karenanya orang tua sering menjadi tidak berdaya dalam usahanya mendidik anak. Untuk itu orang tua harus mulai banyak menjalin hubungan dengan pihak-pihak lain dalam mendidik anak. Pihak-pihak yang dapat membantu hal ini antara lain guru, ulama, teman sebaya, dan pihak orang dewasa lainya. Dengan kerja sama ini, orang tua berusaha:
·         Melatih keseimbangan emosi anak. Orang tua secara santai bicara dengan anak, seolah-olah bergurau, tetapi penuh dengan pengarahan tentang bagai mana memilih keinginan yang baik.
·         Agar anak mampu menemukan keseimbangan emosi, orang tua dapat member petunjuk tentang cara melatih kemauan didalam pekerjaan sehari-hri
·         Mulai memberikan pendidikan moral. Orang tua hendaknya member petunjuk dan dorongan kepada anak untuk suka berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti kegiatan kebaktian atau pengajian serta membaca buku-buku yang membahas masalah etis dan moral.
Dengan demikian peran orang tua dalam mendidik pribadi anak yang sudah remaja ini semakin bersifat tidak langsung.
Adapun peran langsung yang dimainkan oleh orang tua dalam mendidik anak remaja dalam hal kewirasuwastaan adalah:
b.      Latihan-latihan kecakapan kerja kewirasuwastaan
Anak remaja memperoleh bekal pribadi yang lebih kuat untuk mampu berwirasuwasta, maka orang tua hendaknya mengajak dan membimbing anak dalam hal:
·         Memahami arti wirasuwasta dan cirri-ciri manusia wirasuwasta
·         Memahami pentingnya wirasuwasta dalam memajukan kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan Negara
·         Memahami keluarga/ rumah tangga sebagai suatu lembaga ekonomi (sebagai perusahaan mini)
·         Mengenal bidang-bidang dan jenis-jenis kegiatan wirasuasta.
·         Dalam setiap kegiatan kerja, orang tua member motivasi dan bimbingan untuk memperkuat pribadi atau sikap mental wirasuasta.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari para orang tua dalam mendidik anak remaja menjadi manusia wirasuwasta adalah:
a.       Dalam hal pendidikan kepribadian pada anak remaja, orang tua tidak bekerja sendirian, tetapi melihatkan pihak-pihak lain
b.      Berilah kesempatan kepada anak untk belajar memimpin suatu usaha bersama. Dalam melatih anak untuk  dapat memimpin usaha bersama ini dapat ditempuh secara berahap dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Latihan pelaksanaan kegiatan-kegiatan produsksi
2.      Latihan pelaksanaan kegiatan administrasi
3.      Latihan pelaksanaan tiap-tiap fungsi menejemen sederhana seperti: perencanaan, pembagian tugas pekerjaan, pembimbingan kerja bagi adik-adiknya, pengawasan kerja, dan penyusunan anggaran
4.      Latihan membuat policy perusahaan
5.      Latihan memimpin kegiatan produksi
6.      Latihan mengatur kegiatan pemaaran jika perlu
7.      Latihan memimpin musyawarah keluarga
8.      Latihan memimpin perusahaan keluarga (sebagai menejer)

c.       Doronglah minat anak untuk memperkaya pengalaman belajar, baik dari sekolahnya, dari pergaulannya dimasyarakat, dan dari buku-buku yang membahas tentang kewirasuwastaan, ekonomi, pendidikan, pembinaan kepribadian dan sikap mental, dan moneter. Dengan demikian anak dapat memperkuat dirinya sebagai manusia wirasuwasta melalui bekerja nyata, berdoa, membaca-baca, dan bergaul.
Perlu dicatat, bahwa peranan keluarga atau orang tuadalam mendidik manusia tidak mesti hanya berhenti pada anak-anak yang mencapai akhir masa remaja atau setelah anak berumah tangga sendiri. Harapan kita memang begitu, bahkan orangtua dapat melepas anak untuk berdikari 100% sebelum mereka menikah. Namun demikian, apabila anak yang bersangkutan sampai berumah tangga tatapi ternyata masih belum mampu berwirasuwasta, adalah masih menjadi kewajiban orang tua atau keluarga untuk tetap membimbingnya.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Beranjak dari pembahasan diatas, maka pemakalah dapat menyimpulkan bahwa dalam mendidik anak agar mempunyai jiwa wirasuwasta harus dimulai sejak dini, yaitu pada lingkungan keluarga. Oleh karena itu peran keluarga sangatlah penting untuk memahami dan membentuk kepribadian seorang anak sesuai dengan tahapan tahapan perkembangan kepribadian dalam mendidik anak untuk terlatih menjadi manusia wiraswasta.
Adapun pendidikan anak sesuai dengan tingkat perkembangan kepribadianya adalah sebagai berikut:
1.      Pada masa kanak-kanak (2 sampai 12 tahun), pada masa ini, anak-anak berkembang dalam dua priode yaitu:
a.       Umur 2 sampai 5 tahun
·         Melatih kepribadian anak dengan cara, melatih berbahasa, melatih daya ingatan, melatih daya imajinasi dan melatih aktualisasi.
·         Pengakuan terhadap prestasi yang ditunjukkan anak walaupun kecil
·         Pembatasan-pembatasan keinginan anak agar tidak cenderung menjadi agresif.
b.      Umur 6 sampai 12 tahun (usia sekolah dasar)
·         Melatih kepribadian dengan cara: melatih pembentukan ide/ gagasan, melatih disiplin, berfikir memecahkan masalah, melatih self confidence anak, melatih kerajinan dan ketekunan anak dalam belajar dan bekerja.
·         Mendidik melaui permainan-permainan yang bertujuan unutuk: melatih ketangkasan mental, berani bergaul dengan orang lain, ketangkasan jasmani, seportivitas, tanggung jawab, tenggangrasa.
·         Mendidik melalui layanan kasih sayang seperti: memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif, tidak terlalu memberikan larangan, tegoran sehingga anak tertekan, biarkan anak-anak membuat kesalahan.

2.      Pada masa Pra-Remaja
·         Melatih kepribadian anak dengan cara: memberi kesempatan yang lebih banyak kpada anak untuk mengenal perkembangan diri, lebih merangsang perkembangan daya pikir anak, membimbing daya nalar untuk pemahaman sopan santun dan masalah etis.
·         Pada masa ini anak cenderung memilih permainanya sendiri, peran orang tua hanya member pengarahan apabila permainan yang dilakukan berbahaya pada diri dan orang lain.
·         Member tugas-tugas pekerjaan rumah tangga seperti: kebersihan halaman, tata ruangan dll
·         Menumbuhkan sikap cinta bekerja, seperti: mengajak anak untuk ikut serta dalam usaha perusahaan keluarga.
·         Mengajarkan untuk belajar bermusawarah

3.      Pada masa Remaja
·         Melatih kepibadian anak dengan cara: melatih keseimbangan emosi anak dengan cara menasehati dengan lembut. Mengenalkan anak pada buku-buku yang membahas masalah moral.
·         Mengajak dan membimbing anak paham akan arti wiraswasta dan bagaimana cirri manusia wirasuawta
·         Pentingnya wirasuwasta dalam memajukan kehidupan pribadi, keluarga dan bangsa dll
·         Usahakan anak paham bahwa keluarga/ rumah tangga adalah sebuah perusahaan mini.
·         Orang tua selalu memberikan motivasi Anak untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaa dalam usaha wiraswasta

Perlu kita ketahui bahwa uraian diatas hanyalah konsep-konsep/ theory tentang bagaimana menciptakan manusia wirasuwasta dilingkungan keluarga menurut tingkat perkebangan kepribadianya, tentu teory membutuhkan suatu pengamalan ketika kita mengharapkan hasil/ bukti dari theory tersebut, maka memahami teory adalah penting dan yang lebih penting adalah memprakteknya.

B.     Saran
Kita ketahui bahwasanya mendidik anak agar mempuyai jiwa wiraswasta haruslah di mulai sejak dini. Dan karena lingkungan keluargalah yang merupakan lingkungan pertama bagi anak-anak untuk menemukan kepribadian wirasuasta maka pemakalah mengharapkan agar sebagai pendidik sangat penting sekali memahami bagaimana menerapkan pendidikan wirasuwasta terhadap anak-anaknya dengan kata lain metode didiknya harus sesuai dengan konsep-konsep yang ada pada kewirausahaan yaitu, mendidik anak agar menjadi manusia wirasuwasta itu disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian anak agar tujuan dari pendidikan wirasuwasta itu terlakana sehingga melahirkan manusia-manusia wirasuasta yang mempunyai prospek hidup yang menjanjikan.
Dan khususnya bagi calon generasi yang nantinya akan membangun sebuah keluarga, agar mendidik anak-anaknya dengan memahami kepribadian anak masing-masing dalam memberikan pendidikan wiraswasta. 
                                                                                                               



[2] Yunus Muh, 2008, Islam dan Kewirausahaan Inovativ, Malang: UIN-Malang Press
[3] Risyad, Menumbuhkan Jiwa Wiraswasta pada Anak, http://parentsguide.co.id/?p=175, Ciputat. (28/ 09/ 2011/ 14.00 Wib)
[4] Wasty Soemanto, 1996, Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta, Malang: Bumi Aksara, Hal.113

[5] Op cit, Wasty Soemanto, Hal: 121-125
[6] Op cit, Wasty Soemanto, Hal: 126

[7] Op cit, Wasty Soemanto, Hal: 129