MASTURBASI (ONANI AL-ISTIMNA”)
Pada setiap periode sejarah umat manusia, generasi muda merupakan rahasia
kekuatan umat itu, penggerak kebangkitan untuk suatu bangsa. Masa depan umat
terletak di tangan mereka, karena pemuda memiliki banyak keistimewaan, seperti
keberanian, semangat, kecerdasan dan kekuatan jasmani.
Pada saat syari’at Islam yang dibawa Nabi Muhammad lahir, generasi muda
memegang peranan penting dalam masa perang dan dakwah Islamiyah. Pada saat ini
pun peranan pemuda sangat diharapkan dalam berbagai bidang kegiatan.
Musuh-musuh Islam (termasuk musuh ideology), menyadari benar terhadap
peranan generasi muda tersebut. Oleh sebab demikian, sasaran utama ditujukan
kepada pemuda-pemuda Islam dengan strategi keji yang diperkirakan dapat
melumpuhkan ummat Islam dan merapuhkan pertahanannya.
Di antara strategi mereka:
a.
Menciptakan bermacam-nacam sarana untuk membangkitkan
nafsu birahi (syahwat), dengan cara: menyediakan (mengedarkan) gambar porno,
menggelar teater-teater yang dapat menyentuh dan membangkitkan nafsu birahi generasi
muda (pria dan wanita), memutar blue film,
mencetak majalah-majalah yang di dalamnya dimuat foto-foto wanita yang merangsang
dan masih banyak lagi cara lain yang pada intinya untuk merusak moral para
pemuda.
b.
Menutup pintu kebenaran, supaya orang menghindar dari
kebenaran itu, seperti berumah tangga, yang merupakan sunnatullah. Musuh-musuh
Islam membisikkan dan menyebarluaskan pandangan, bahwa melangsungkan perkawinan
cukup rumit dan sulit, perlu dana, dan keperluan lainnya, disamping ada beban
mendidik dan membiayai anak.
Di satu sisi nafsu birahi diumbar dan disisi lain, orang
yang mau kawin ditakut-takuti. Akhirnya para pemuda menempuh jalan lain untuk
memenuhi kebutuhan biologisnya. Di antara cara yang dipandang tidak memikul
risiko dan tidak diketahui orang adalah masturbasi (onani).
A.
HUKUM MASTURBASI (ONANI)
Onani yang dilakukan seorang laki-laki, adalah termasuk etika dan adab. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menetapkan
hukumnya.
1. Haram
Di antara ulama yang mengharamkannya adalah pengikut mazhab, Maliki,
Syafi’I, Hanafi (menurut riwayat Imam Ahmad), Ibnu Thaimiyah dan pengikut Zaid.
Mereka beralasan kepada firman Allah:
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang
dibalik itu, maka mereka itulah orang-orangyang
melampaui batas (al-Mukminun: 5-7)
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami, bahwa yang dapat dibenarkan untuk
mengadakan hubungan seks, adalah dengan isteri. Jadi, selain itu seperti zina,
homoseksual dan onani, tidak dibenarkan, karena melampaui batas sebagaimana
ditegaskan pada akhir ayat di atas.
Dalil lain adalah firman Allah:
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin
hendaklah menjaga kesucian (diri) nya sehingga Allah memampukah mereka dengan
karunia-Nya….(an-Nuur: 33)
Ayat tersebut mengharamkan onani dari dua sudut:
a. Sesungguhnya
Allah memerintahkan orang Islam yang belum mampu kawin supaya menjaga kesucian
diri. Kalimat “ #Ïÿ÷ètGó¡uŠø9ur “ mengandung perintah. Dengan demikian
menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh, hukumnya wajib (Ushul
fiqih)
b. Dalam
ayat tersebut di atas dan ayat-ayat lain tidak pernah Allah memberikan jalan
keluar untuk memenuhi kebutuhan biologis seperti onani, malahan diperintahkan
supaya menjaga kesucian diri.
Selanjutnya
mereka berpegang kepada hadits Rasulullah:
Dari Abdullah
bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah bersabda wahai (generasi) pemuda, barang
siapa di anatara kalian sudah siap (mampu) berumah tangga, maka kawinlah.
Sesungguhnya kawin itu dapat menjaga pandangan mata dan memelihara kemaluan
(dari perbuatan maksiat). Barang siapa yang belum mampu hendak ia berpuasa karena dengan puasa itulah
dirinya akan terlindungi dari kemaksiatan (HR. Bukhari Muslim)
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa bagi orang yang belum mampu berumah
tangga, jalan keluarnya adalah berpuasa untuk menurunkan dorongan syahwat,
bukan dengan cara lain seperti onani dan lain-lain.
2.
Makruh
Pengikut mazhab Hambali memandang onani itu sebagai perbuatan yang makruh. Mereka berdalil kepada qias.
Perbuatan onani itu sama halnya seperti mengeluarkan darah dari tubuhnya demi
untuk kesembuhan penyakit.
Diantara orang yang memandang makruh, adalah Ibnu ‘Umar’ dan ‘Atha’.
Kendatipun mereka membolehkan, tetapi tetap dibenci perbuatannya itu. Ibnu Hazm
berpendirian demikian, yaitu orang laki-laki dan perempuan yang menyentuh alat
vital masing-masing diperbolehkan
3.
Mubah (Boleh)
Hukum yang membolehkan onani berasal dari pendapat Hasan, Amr bin Dinar,
Ibnu Abbas dan Mujahid. Hal ini pernah terjadi pada waktu peperangan. Hal ini
juga berarti, bahwa onani itu, diperbolehkan dalam keadaan yang sangat terpaksa
dan mendesak
4. Wajib
Di antara ulama yang menyatakan, bahwa onani itu haram pada suatu ketika
dan wajib pada situasi yang lain, adalah pengikut Imam Hanafi. Andaikata
seseorang yang dikhawatirkan akan berbuat zina, maka wajiblah ia menyalurkan
nafsu seksualnya dengan onani.
Mereka berpegang kepada kaidah:
Jika berkumpul
dua bahaya, maka wajib kalian mengambil bahaya yang paling ringan
Jadi, Jika onani dilakukan untuk merangsang dan mebangkitkan syahwat,
maka tetap haram hukumnya menurut mazhab ini.
B.
EFEK SAMPING ONANI
Perbuatan onani, walaupun ada di antara ulama yang
membolehkannya, tetapi perlu dikaji segi lainnya. Apakah perbuatan itu ada
dampak negatifnya bagi si pelakunya atau tidak. Di bawah ini akan dicoba
mengetengahkannya.
1.
Efeknya
Terhadap Rohani
Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa hukum onani adalah haram,
sebagaimana telah dikemukakan di atas. Perbuatan haram, menyangkut dengan dosa
dan perbuatan dosa adakalanya sudah dibalas selagi hidup di dunia. Ibnu Qayyim
pernah berkata: “Setiap musibah, bencana, nasib sial dan kekurangan, baik di
dunia maupun di akhirat, penyebabnya adalah perbuatan dosa dan tidak
melaksanakan perintah Allah”. Kemudian beliau menambahkan: “Kemaksiatan adalah
api yang membakar nikmat keseluruhan, seperti halnya api yang membakar kayu
bakar”.
a.
Hilang sifat istiqamah (lemah pendirian) dalam
menjalankan ajaran agama Islam. Rohaninya selalu diganggu oleh setan,
kebiasaan-kebiasaan buruk itu terus dilakukan. Lama-lama menjauh dari agama
yang dianutnya dan sewaktu-waktu perasaan berdosa muncul dalam dirinya, jiwa
selalu gelisah.
b.
Kendatipun pelaku onani tidak menyimpang dari agama
secara keseluruhan, tetapi dia tetap dianggap meremehkan agama, seperti yang
telah dikemukakan di atas pada surat al-Mu’minun
5-7 dan surat
an-Nuur: 33 yang intinya seseorang tetap dituntut untuk mensucikan diri, jangan
melakukan perbuatan yang menyimpang, seperti onani..
2.
Efeknya
Terhadap Kesehatan
Perbuatan onani sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Ahli kedokteran
mengatakan, bahwa onani dapat menimbulkan beraneka ragam efek samping, antar
lain:
a.
Melemahkan alat kelamin, dan sedikit demi sedikit akan
semakin lemah (lemas), sehingga tidak dapat melakukan hubungan seksual dengan
sempurna.
b.
Melemahkan urat-urat tubuh, karena mengeluarkan
mani tidak melalui hubungan seks, tetapi dengan tangan.
c.
Mempengaruhi perkembangan alat vital dan mungkin
tidak akan tumbuh sebagaimana lazimnya.
d.
Alat Vital itu akan membengkak, sehingga si pelaku
menjadi mudah mengeluarkan maninya.
e.
Mengakibatkan (meninggalkan) rasa sakit pada sendi
tulang punggung, tempat sumber air mani keluar. Akibatnya, punggung akan
menjadi bungkuk.
f.
Menyebabkan anggota badan sering merasa gemetaran
seperti di bagian kaki dan sebagainya.
g.
Menyebabkan kelenjar otak menjadi lemah, sehingga
daya berpikir menjadi semakin berkurang, daya tahan menurun dan daya ingatan
juga melemah.
h.
Penglihatan semakin berkurang ketajamannya, karena
sudah tidak normal lagi.
Kalau ditimbang-timbang, maka mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya
(bagi orang yang memperbolehkan onani).
3.
Efeknya
Terhadap Kejiwaan
a.
Menurut ahli ilmu jiwa: Sebenarnya, pemuda yang
beronani itu juga merasakan, bahwa dirinya bersalah dan dia pun tahu, bahwa
perbuatan itu berdosa. Akan tetapi dia selalu mengulanginya karena kebiasaan.
Jadi perbuatannya itu selalu dirasakan bertentangan dengan hati kecilnya
(nuraninya). Karena perbuatannya itu merupakan pelanggaran dari ajaran Allah,
maka jiwanya selalu gelisah. Perhatiannya terhadap agama Allah telah
terkalahkan oleh hawa nafsunya.
b.
Perbuatan onani yang dilakukan secara berlebihan, akan
menyebabkan urat saraf tidak stabil lagi, kepercayaan diri menjadi hilang,
hidup menyendiri, karena perasaan malu yang tertanam dalam jiwanya.
c.
Kesenangan dalam beronani, yang melampaui batas, akan
membuat orang kecanduan. Akhirnya terbawa arus dan terus-menerus memperturutkan
hawa nafsu.
C.
OBAT PENYEMBUH
Untuk mengobati penyakit onani ada beberapa jalan yang harus ditempuh, yaitu:
melangsungkan perkawinan, bila sudah memungkinkan. Kalau belum memungkinkan
lakukannlah ibadah puasa. Cara lain ialah dengan cara mendekatkan diri kepada
Allah, menjaga pandangan mata yang sifatnya merangsang, melatih kemauan untuk
menantang kemaksiatan. Disamping itu turut juga membantu, bila telah terlatih
memerangi pola piker yang negatif, menyibukkan diri tatkala nafsu birahi timbul, mengingat-ingat
akibat buruk dari onani itu menjauhi segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi
nafsu syahwat dan berdoa kepada Allah agar terhindar dari segala perbuatan maksiat.
Demikian di antara upaa-upaya yang dapat dilakukan dalam pengobatan penyakit
onani
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departeme
Agama.
Ahmad Ramali dr. Memelihara
Kesehatan dalam Hukum Islam, Balai Pustaka Jakarta.
As-Suyuthi Imam, Al-Asybah
Wan Nazhaair, Darul Fikri Beirut .
Shaleh Tamimi, Onani
Masalah Anak Muda (Terjemahan), Gema Insani Press, Jakarta 1994.
Said Sabiq, Fiqhus
Sunnah, Maktab al-Adab, Kairo, Jilid 9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar