BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak
orang tua yang belum mengerti cara-cara mendidik anak yang efektif. Kebanyakan
dari mereka melaksanakan pendidikan dengan menggunakan kekuasaan atau otoritas
orang tua. Anak dianggap sebagai makhluk yang harus tunduk dan patuh kepada
segenap kehendak dan aturan-aturan orang tua. Sikap berkuasa sementara orang
tua ini ditunjukkan kepada anak-anak, terlebih-lebih kepada anak-anak yang
bukan anak kandung mereka atau anak-anak dari sanak saudara yang berasal dari lingkungan
lain misalnya dari desa. Pendidikan yang mereka berikan lebih banyak berupa
nasihat-nasihat dan teguran-teguran yang tidak memperhatikan taraf pertumbuhan
dan perkembangan anak. Mereka anti terhadap tindakan-tindakan anak yang
dianggap salah atau tidak pantas. Bagi para orang tua yang belum mengenal
perkembangan jiwa anak, cenderung lebih suka menganggap aneka tingkahlaku anak
kecil sebagai keanehan yang tidak pantas. Para orang tua cenderung menekan dan
membatasi gerakan dan variasi tingkahlaku anak-anak.
Dalam
praktek, sering pula kita jumpai banyak keluarga atau orang tua yang membiarkan
kehidupan anak-anak di rumah dirundung oleh situasi rutin yang tidak kreatif.
Anak-anak tidak diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
melatih pribadi yang dinamis dan kreatif. Anak dibiarkan bermalas-malasan,
luntang-lantung tak menentu. Akibatnya, anak sering tidak krasan dan tidak
betah untuk tinggal di rumah dan pergi begadang entah kemana, orangtua tidak
dapat mengadakan pengawasan atau bahkan tidak perduli. Apalagi jika anakanak
sudah bersekolah dan kebetulan memiliki cukup kecerdasan, maka orangtua menjadi
bangga dan puas. Akibat kepuasannya itu, mereka menjadi lengah, merasa tidak
perlu lagi membimbing dan melatih kekuatan mental anak agar siap untuk
menghadapi tantangan hidup maas depan. Situasi semacam itu juga merugikan anak.
Anak menjadi canggung, kekuatan pribadinya menjadi kurang berkembang.
Semua
apa yang diungkapkan di atas adalah bukan kondisi yang tepat untuk
membelajarkan anak menjadi manusia wirausaha. Kondisi semacam itu perlu
mendapatkan perhatian dan perlu diubah menjadi situasi belajar kewiraswastaan
di lingkungan keluarga.
Beranjak
dari uraian diatas dan berdasarkan silabus matakuliah kewirausahaan, peuliis
membuat makalah dengan judul “pendidikan
wiraswasta dalam lingkungan keluaraga menurut tingkat perkembangan keribadian
anak (psikologi)”
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Peran lingkungan keluarga dalam membentuk
kepribadian anak?
2. Bagaimanakah
tingkat perkembangan kepribadian anak?
3. Bagaimana
pendidikan wirasuwasta yang sesuai dengan tingkat perkembangan kepribadian
anak?
C.
Tujuan
1. Melengkapi
persaratan perkuliahan dalam matakuliah Kewirausahaan prodi PBI semester VII
2. Mengetahui
tingkat perkembanagan kepribadian anak dan mengetahui pendidikan wirasuwasta
yang tepat menurut tingkat perkembangan kepribadian anak.
D.
Batasan
Makalah ini hanya membahas tentang pendidikan
wirasuasta menurut tingkat perkembangan kepribadian anak dalam lingkungan
keluarga.
E.
Manfaat
Setelah memahami pendidikan wirasuasta yang
disesuaikan dengan tingat kepribadian anak dilingkungan keluarga, maka ketika
hidup di real society, pendidikan-pendidikan yang direalisasikan dilingkungan
keluarga dalam rangka menciptakan manusia wirasuasta tidak bertolak belakang
dengan konsep-konsep pendidikan wiraswasta yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kepribadian
Kata
kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona atau
personality yang berarti topeng. Akan tetapi sampai saat ini asal usul kata ini
belum diketahui.
Konteks
asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. hal ini
diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam masyarakat.
Pada dasarnya manusialah yang menyerahkan sebuah kepribadian kepada
masyarakatnya dan masyarakat akan menilainya sesuai degan kepribadian tersebut.
Definisi
kepribadian memiliki lebih dari lima puluh arti akan tetapi definisi
kepribadian yang penulis maksud di sini adalah himpunan dan ciri-ciri jasmani
dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan seseorang dengan
orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda.[1]
B.
Lingkungan Keluarga
lingkungan
memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan
keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam
mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun
lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya
lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi
setiap manusia. Banyak hadis yang meriwayatkan pentingnya pengaruh keluarga
dalam pendidikan anak dalam beberapa masalah seperti masalah aqidah, budaya,
norma, emosional dan sebaginya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan
pembentukan kepribadian anak sejak dini.
Dengan
kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang
tua dan lingkungannya. Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan
berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi
atau Nasrani atau majusi”.[2]
Keluarga
merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah
keluarga mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu.
Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi.
Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian
anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah
laku kedua orang tua serta lingkungannya.[3]
Dalam kaitanya dengan wirasuwasta, Orang tua merupakan
pelaksana dan penanggung jawab pertama dan utama atas pendidikan anak. Dalam
rangka mempersiapkan anak-anak untuk menjadi manusia-manusia wirasuwasta
diperlukan perlakuan yang tepat dari
pihak orang tua sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan anak itu.
C.
Pendidikan
Wiraswasta di lingkungan keluarga menurut tingkat Perkembangan Kepribadian Anak
a.
Perlakuan
mendidik manusia wiraswasta pada anak-anak di masa kanak-kanak
Menurut
uraian terdahulu, masa kanak-kanak dialami oleh anak dalam usia antara 2 s/d 12
tahun. Selama itu anak berkembang dalam dua priode yaitu, priode usia 2-5 tahun
dan priode usia sekolah dasar antara 6/7 tahun s/d 12 tahun, yang pada
masing-masing priode terdepat ciri-ciri perkembangan pribadi yang berbeda.[4]
Perlakuan
keluarga yang dirasa sesuai dengan tingkat usia anak-anak (2-5 tahun) terdiri
atas:
1. Latihan-latihan
kepribadian, antara lain:
a. Melatih
berbahasa (belajar menyebutkan nama-nama benda, orang, menyatakan sifat-sifat
dan keadaan sesuaru dialam sekitarnya, latihan membilang dan menyatakan
keinginan-keinginan).
b. Melatih
daya ingatan, (antara lain: mengingat-ingat dan menyebutkan hal-hal yang pernah
diamati pada waktu-waktu sebelumnya).
c. Melatih
daya khayal atau imajinasi (misalnya dengan berceritera, permainan kreatif).
d. Melatih
aktualisasi diri (berceritera, menyanyi, menggambar, bermain dan berpendapat).
2. Layanan
kasih sayang
Yaitu bagaimana sebaiknya orang tua mencurahkan rasa
kasih sayang kepada anak-anak pada usia-usia ini. Pada masa-masa yang unik ini,
anak memang sangat memerlukan kasih sayang penuh dari pihak orang tua. Kasih
sayang hendaknya diwujudkan dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak seusia
ini, antara lain:[5]
a. Perhatian
orang tua terhadap keinginan dan tingkah laku anak
b. Perlindungan
orang tua atas berbagai macam tindakan dan pristiwa yang dirasakan oleh anak
mengganggu atau mengancam
c. Pengakuan
terhadap prestasi yang ditunjukkan oleh anak betapapun kecilnya
d. Pembatasan
terhaadap semua keinginan anak sehingga mereka tidak cenderung menjadi agresif
Suatu hal yang perlu diingat adalah bahwa
anak usia ini memang perlu mendapat kasih sayang penuh, namun hati-hati, perlu
pembatasan seperlunya terhadap semua keinginan anak. Benih-benih sikap manja
atau tidak manja mulai tertanam pada masa ini.
Perlakuan orang tua yang sebaiknya
terhadap anak umur 7 tahun sampai 12 tahun agar pribadi anak berkembang secara
wajar untuk menjadi manusia wirasuwasta.
Dibawah ini adalah pendidikan yang
diharapkan dari orang tua terhadap anak usia sekolah dasar dalam rangka
mendidik anak menjadi manusia wirasuwasta.
1. Latihan-latihan
kepribadian
a. Melatih
pembentukan idea tau gagasan.
Pada
masa ini kemampuan bahasa dan imajinasi anak makin berkembang. Dengan menunjuk
berbagai fakta dan pristiwa, anak perlu dilatih dan dibimbing untuk
mengemukakan pendapat, idea tau gagasan.
b. Melatih
disiplin.
Pada
masa ini anak telah dapat mengerti hal-hal yang perlu atau tidak perlu untuk ia
lakukan. Pada masa ini anak perlu dilatih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang
baik, misalnya dalam hal makan, tidur, mandi, belajar dan bekerja ringan.
c. Melatih
berfikir untuk memecahkan masalah.
Anak
pada usia ini sudah memiliki daya intelektual untuk mengenal diri dan alam
sekitarnya. Disamping fungsi berbahasa, ingatan dan minatnya semakin mantap, perkembangan
pribadi yang menonjol pada usia ini yaitu pada fungsi berfikirnya. Disinilah
saatnya untuk melatih pikiran anak. Dalam usia ini, anak hendaknya lebih banyak
dihadapkan pada berbagai masalah yang menantang minatnya untuk memecahkanya.
Kemampuan berfikir anak pada masa ini sangat dipengaruhi oleh daya pengamatan,
daya ingatan dan imajinasi yang ada pada dirinya.
d. Melatih
kepercayaan anak kepada diri sendiri.
Pada
masa ini anak mulai dapat mengukur kualitas pribadinya dibandingkan dengan
teman-teman sebayanya. Tugas orang tua yaitu memberikan kesempatan kepada anak
untuk berkawan dan bergaul dengan orang lain.. bila perlu ciptakan persaingan
antar anak untuk mencapai prestasi pikiran atau pekerjaan. Seberapa jauh
prestasi anak hendaknya memperoleh penghargaan untuk membina kepercayaan pada
diri sendiri. Disamping itu pekerjaan anak perlu mendapat penilaiaan secara
obyekktif, ditunjukkan kekuatan dan kelemahannya sembari diberikan motivasi
untuk berprestasi lebih baik lagi.
e. Melatih
kerajinan dan ketekunan anak dalam belajar dan bekerja.
Anak
seusia ini sangat memerlukan bimbingan dan pengawasan terhadap setiap
aktivitasnya.
Suatu hal yang perlu diketahui oleh para
orang tua dalam mendidik anak seusia ini disamping perlu membimbing daya ingatan dan imajinasi, maka perhatian khususu
perlu diberikan untuk melatih daya pikikran anak untuk memecahkan masalah.
Berikut ini adalah sedikit petunjuk
dalam usaha melatih daya pikiran anak, diantaranya:
a. Ajarkanlah
anak untuk memilih masalah yang perlu dipecahkan
b. Ajarkanlah
anak membiasakan diri berfikir berdasarkan fakta
c. Jangan
memberikan tahayul dan informasi-informasi yang tidak masuk akal, karena
hal-hal itu dapat melekat pada pola tingkah laku anak
d. Latihlah
anak melihat dan mengumpulkan data yang
berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan
e. Ajarkanlah
anak untuk mengolah sendiri data yang terkumpul itu dalam usaha memecahkan
suatu masalah
f. Bimbinglah
anak untutk dapat menarik keimpulan dari analisa data itu, dan kemudian diajak
berdiskusi untuk mengambil keputusan.
2. Permainan-permainan
Anak
usia sekolah dasar ini memerlukan permainan-permainan social. Anak suka bermain
dengan anak-anak lain. Disamping anak diberi kesempatan untuk pegi bermain
dengan teman sebayanya, pihak orang tua perlu juga menciptakan sitasi bermain
di lingkungan keluarga. Berbagai macam permainan yang perlu diajarkan misalnya:
a. Permainan
yang melatih ketangkasan mental, seperti: halma, domino, karambol, dan kalau
perlu catur, teka-teki dan cerdas cermat.
b. Permainan
yang melatih kepercayaan pada diri sendiri, misalnya: lawak, deklamasi, sosio
drama.
c. Permainan
yang melatih keberanian bergaul, misalnya: teka teki, jamuran, kucing-kucingan,
gobang, gating, ding, dsb.
d. Permainan
yang melaih ketangkasan jasmanai, sportivitas, tanggung jawab, tenggang rasa.
Misalnya: kasti, ping pong, jetungan, sepak bola dsb.
Suatu hal yang menjadi catan adalah,
bahwa pembagian jenis permainan diatas adalah tidak mutlak seperti itu. Pada
dasarnya setiap jenis permainan yang disebutkan diatas dapat melatih berbagai
fungsi dalam kepribadian anak.
3. Layanan
kasih sayang.
Pada
dasarnya, anak seusia ini masih memerlukan
kasih sayang seperti pada anak yang berusia lebih muda, namun pada diri
mereka mulai tumbuh keinginan untuk tidak tergantung sepenuhnya kepada orang dewasa.
Oleh kerena itu hendaknya orang tua tidak terlalu mendominir usaha pengembangan
anak. Prinsip otoaktivitas anak hendaknya mendapatkan perhatian dari orang tua.
Peranan orang tua bukanya menguasai, melainkan memberikan kesempatan berkembang
disertai dengan bimbingan dan pengawasan.
Anak
usia sekolah dasar ini telah memiliki potensi untuk berfikir dan berbuat, oleh
karena itu anak seusia ini sudah dapat dilibatkan didalam kesibukan usaha
keluarga. Mereka sudah boleh diikutsertakan dalam fungsi-fungsi perusahaan
keluarga.,
Mereka
perlu mulai diberi kesempatan untuk belajar dan memperoleh pengalaman
kewirasuwastaan. Dengan berpartisipasinya didalam latihan-latuhan
kewirasuwastaan, anak mulai ditempa kepribadiannya untuk siap mengenal dan
mengatasi permasalahan hidupnya.
Drs.
Suemanto, MPd. (pendidikan wirasuwasta, 1996), menawarkan kiat-kiat untuk
mempersiapkan anak-anak menjadi manusia wirasuwasta, diantaranya:
a. Berilah
kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari kenyataan serta praktek-praktek
kehidupan nyata orang tua sehari-hari. Biarkanlah kepada mereka sejak
kanak-kanak mulai mengamati dan mengenal bagaimana keluarga bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Disini anak akan mulai mengenal dunia dan
minatnya terdorong untuk berpartisipasi didalam dunia kerja.
b. Berilah
kesempatan terhadap anak-anak untuk aktif. Banyak orang tua yanb mencap
anak-anak yang aktif melakukan berbagai percobaan sebagai anak-anak nakal dan
tidak sopan. Sebenarnya, itulah anak-anak yang berpribadi dinamis, antusias dan
kreatif. Anak yang suka menyibukkan diri hendaknya tidak asal dimarahi dan
dicap nakal. Justru mereka itu sedang melatih potensi kreativitasnya dan mereka
akan merasa senag apabila mendapat perhatian, pengakuan dan pengarahan yang
memberi motivasi belajar.
c. Janganlah
secara terus menerus orang tua member perintah, teguran dan larangan. Banyak
orang tua yang cenderung bersikap otoriter terhadap anak dengan maksud
menyayangi. Dengan selalu mendapat printah, larangan dan tekanan, maka
perkembangan pribadi anak menjadi terhambat. Anak berkembang secara kurang
wajar akibat dari campurtangan yang terus menerus dari luar diri anak.
d. Orang
tua hendaknya tidak terlalu menyolok didalam membeda-bedakan kasih sayang
terhadap masing-masing anak. Banyak orang tua yang cenderung mencurahkan
perhatian dan kasih sayang yang lebih besar kepada anak yang bungsu dan anak
yang lebih tua cenderung diabaikan. Tindakan semacam ini akan merugikan semua
anak, anak yang tua akan menjadi tertekan dan kecewa, sedangkan anak yang
bungsu menjadi manja dan besar kepala. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya
berusaha untuk memberikan perlakuan yang adil terhadap semua anak dengan
memperhatikan perbedaan individual anak. Demikian pula factor perbedaan jenis
kelamin hendaknya tidak dijadikan alasan untuk menganak emas dan
menganaktirikan anak-anak.
e. Biarkan
anak-anak membuat kesalahan, menurut pendapat sebagian orang tua yang mengerti
tentang hakikat pendidikan, tujuan mereka mendidik anak yaitu membentuk pribadi
anak agar bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua. Maka orang tua
cenderung memandang berbagai tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan
keinginan orang tua dianggap salah. Prilaku yang menyedihkan anak sering
diderita oleh anak akibat orang tua berpandanagan demikian. Demi perkembangan
pribadi anak secara wajar dan dinamis maka orang tua sebaiknya:
·
Mengerti, bahwa tujuan pendidikan anak
adalah bukan menjadikan anak yang penurut dan apatis, melainkan membimbing
perkembangan pribadi anak secara wajar dan dinamis sehingga mereka secara
berangsur-angsur mampu berdiri sendiri.
·
Memahami, bahwa anak yang usianya masih
muda adalah wajar kalau sering membuat kesalahan. Tugas kita sebagai orang tua
bukanya mencegah teradinya kesalahan pada anak serta menghukum setiap kealahan.
Karena hal ini dapat membina rasa takut dan serba salah, sehingga anak menjadi
penakut dan canggung dalam menghadapi dan mengatasi tantangan hidupnya nanti.
·
Member kesempatan kepada anak untuk
melakukan kesalahan. Dalam hal ini, bukan berarti bahwa orang tua harus membiarkan
kesalahan-kesalahan itu terjadi terus secara berulang-ulang tanpa diberi
pengarahan. Yang perlu disadari oleh orang tua adalah, bahwa
kesalahan-kesalahan merupakan suatu yang manusiawi, terlebih pada anak-anak.
Anak akan belajar banyak dari akibat kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Dengan
berbagai tindakan yang salah, anak akan cepat mengenal kenyataan, sehingga anak
menjadi berpengalaman belajar serta mampu intuk memilih tindakan-tindakan yang
baik dan berguna bagi dirinya dan orang lain.
b.
Mendidik
Manusia Wiraswasta pada Anak-anak di Masa Pra-Remaja
Perlakuan keluarga terhadap anak yang enginjak masa
pra-remaja tentunya sedikit berbeda dengan perlakuan terhadap anak dimasa
kanak-kanak. Masa pre-adolesen atau pra-remaja ini bergerak anatara umur 12
tahun sampai dengan 15 tahun. Pada masa ini pribadi anak ditandai oleh
perkembangan yang dominan pada penalaran intelektualnya. Jiwa anak sedikit
mengalami kegoncangan akibat perubahan dan pertumbungan jasmani yang disebabkan
terjadinya “miyosis” (perkembangan fungsi kelenjar) didalam tubuhnya. Anak
mulai cenderung untuk melepaskan diri dari pengawasan orang tua yang dirasakan
terlalu membatasi minat dan tingkahlakunya. Kejutan-kejutan dialami oleh para
orang tua berhubung adanya perubahan sikap yang menyolok dari pihak anak terhadap
orang tua. Anak mulai berani menentang perlakuan orang tua.[6]
a. Latihan-latihan
kepribadian
Terhadap
anak pada masa ini, orang tua sering mengalami kesulitan dalam mengatur dan
mengarahkan tingkahlaku anak. Dalam masa ini orang tua secara intelejen tetap
berusaha melatih kepribadian anak dalam hal-hal berikut:
·
Member kesempatan yang lebih banyak
kepada anak untuk mengenal perkembangan diri serta pertumbuhan menjelang masa
remaja, dengan pengarahan yang penuh pengertian.
·
Lebih merangsang perkembangan daya pikir
anak, dengan menghadapkan anak kepada tugas-tugas yang mengandung problematic.
·
Membimbing daya nalar anak untuk
mengerti sopan santun serta masalah-masalah etis.
Hal penting yang perlu diketahui oleh
orang tua tentang pendidikan seorang anak pada usia ini adalah, bahwa anak
tidak suka diatur secara paksa. Anak ingin selalu mnunjukkan bahwa dirinya
dapat mengerti sesuatu dan dapat melakanakan berbagai macam pekerjaan tanpa
harus selalu di dikte oleh orang lain.
b. Permainan-permainan
Anak
pada usia ini suka mencari atau menciptakan sendiri permainan-permainannya.
Oleh karena itu orang tua tidah usah lagi terlalu pusing tentang permainan anak
ini. Yang penting orang tua sedapat mungkin tidak mencela terhadap setiap kegiatan
bermain anak sejauh permainan itu tidak membahayakan diri anak atau orang lain,
dan selama permainan itu tidak melanggar nilai-nilai etis. Akan lebih baik
apabila orang tua berusaha agar permainan seorang anak mulai diarahkan untuk
melatih kemauan anak untuk bekerja sambil bermain atau bermain sambil bekerja.
Satuhal yang
perlu dilakukan oleh orang tua adalah member kesempatan kepada anak untuk
berolah raga misalnya, senam, lari pagi dsb. Guna menjaga keseimbangan dalam
hal pertumbuhan jasmaninya yang dipengaruhi oleh pertumbuhan/ perubahan
kelenjar.
c. Layanan
kasih sayang
Anak
pada masa pra-remaja ini tidak lagi membutuhkan kasih sayang seperti pada anak
usia kanak-kanak lagi, bahkan ia tidak suka untuk dianggap kanak-kanak oleh
orang lain. Kasih sayang yang diperlukan oleh anak usia ini adalah berupa
pemberiaan kepercayaan, pengakuan dan pemberian penghargaan atas setiap hasil
kerja pikir ataupun pisiknya.
Oleh
karena anak pada masa ini ingin berusaha menunjukkan kemampuan untuk memenuhi/
melayani kebutuhannya sendiri serta dalam memikirkan setiap permasalahan hidup
manusia, maka perlakuan-perlakuan berikut kiranya perlu dipertimbangkan:
·
Mulailah member pembagian tugas-tugas
pekerjaan rumah tangga kepada anak-anak seusia ini, misalnya: mengatur ruang
tamu, kebersihan/ pengaturan taman, kebersihan rumah, kamar mandi, dsb.
Pembagian tugas pekerjaan ini dimaksudkan, agar anak merasa dipercaya dan
diperlukan. Disamping itu membiaakan anak untuk mau bekerja dan menghargai
setiap pekerjaan.
·
Menanamkan sikap pada anak, bahwa
bekerja merupakan kegiatan yang berguna. Tidak ada pekerjaan yang hina, selama
pekerjaan itu tidak merugikan orang lain. Sikap anak pada usia ini terhadap
jenis-jenis pekerjaan, akan terbawa kedalam pribadinya dimasa berikutnya,
sehingga mempengaruhi hal bagaimana anak menghargai suatu pekerjaan. Ada anak
yang hanya suka menghargai pekerjaan-pekerjaan ketata usahaan, perkantoran dan
pekerjaan-pekerjaan tangan bersih lainnya. Anak yang demikian akan mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan syatu pekerjaan. Keadaan seperti ini
akan menghambat kemajuan pribadi anak untuk menjadi manusia wirasuwasta.
·
Anak pra-remaja sudah dapat di ikut
sertakan didalam setiap kegiatan usaha dalam perusahaan keluarga dan bahkan
dalam ketiga fungsi perusahaan keluarga. Yaitu dalam pekerjaan produksi,
kegiatan manajemen dan bahkan dalam pembuatan policy dibawah pengarahan dari
orang dewasa. Justru dari sejak masa inilah saat yang tepat untuk melatih
kecakapan, ketekunan, dan keuletan bekerja seorang anak.
·
Ajarkanlah kepada anak mulai pada masa
ini untuk bermusyawarah, bertukar pikiran dan mengeluarkan pendapat, karena
pada masa ini anak mengalami perkembangan penalaran intelektual secara menonjol
didalam pribadinya. Dan sikap mental bekerja mulai terbentuk pada anak dimasa
Pra-Remaja ini.
c.
Mendidik
Manusia Wirasuwasta pada Anak-anak di Masa Renaja
Pada dasarnya, perlakuan mendidik anak pada masa
pra-remaja masih dilanjutkan pada anak yang telah menginjak masa remaja. Namun,
pada masa renaja ini terjadi perubahan pola perkembangan pribadi anak, terutama
pada perkembangan daya nalarnya yang surut akibat dominasi perkembangan
dorongan seksualitas serta pemahaman nilai moral. Olehkarena itu perlu peubahan
strategi dalam mendidik anak remaja ini.[7]
a. Latihan-latihan
kepribadian
Pada masa remaja ini,
anak semakin segan bergaul dengan orang tua, minatnya mulai banyak tertuju
kepada orang lain, perhatiannya mulai tertuju kepada teman-teman lain jenis
kelamin. Keinginan dan emosi anak berfungsi secara dominan didalam diri anak.
Anak di usia remaja semakin berusaha menjauhi kekuasaan orang tua, oleh
karenanya orang tua sering menjadi tidak berdaya dalam usahanya mendidik anak.
Untuk itu orang tua harus mulai banyak menjalin hubungan dengan pihak-pihak
lain dalam mendidik anak. Pihak-pihak yang dapat membantu hal ini antara lain
guru, ulama, teman sebaya, dan pihak orang dewasa lainya. Dengan kerja sama
ini, orang tua berusaha:
·
Melatih keseimbangan emosi anak. Orang
tua secara santai bicara dengan anak, seolah-olah bergurau, tetapi penuh dengan
pengarahan tentang bagai mana memilih keinginan yang baik.
·
Agar anak mampu menemukan keseimbangan
emosi, orang tua dapat member petunjuk tentang cara melatih kemauan didalam
pekerjaan sehari-hri
·
Mulai memberikan pendidikan moral. Orang
tua hendaknya member petunjuk dan dorongan kepada anak untuk suka berdoa dan
mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti kegiatan kebaktian atau pengajian
serta membaca buku-buku yang membahas masalah etis dan moral.
Dengan demikian peran orang tua dalam
mendidik pribadi anak yang sudah remaja ini semakin bersifat tidak langsung.
Adapun peran langsung yang dimainkan
oleh orang tua dalam mendidik anak remaja dalam hal kewirasuwastaan adalah:
b. Latihan-latihan
kecakapan kerja kewirasuwastaan
Anak remaja memperoleh
bekal pribadi yang lebih kuat untuk mampu berwirasuwasta, maka orang tua
hendaknya mengajak dan membimbing anak dalam hal:
·
Memahami arti wirasuwasta dan cirri-ciri
manusia wirasuwasta
·
Memahami pentingnya wirasuwasta dalam
memajukan kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan Negara
·
Memahami keluarga/ rumah tangga sebagai
suatu lembaga ekonomi (sebagai perusahaan mini)
·
Mengenal bidang-bidang dan jenis-jenis
kegiatan wirasuasta.
·
Dalam setiap kegiatan kerja, orang tua
member motivasi dan bimbingan untuk memperkuat pribadi atau sikap mental
wirasuasta.
Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian khusus dari para orang tua dalam mendidik anak remaja menjadi manusia
wirasuwasta adalah:
a. Dalam
hal pendidikan kepribadian pada anak remaja, orang tua tidak bekerja sendirian,
tetapi melihatkan pihak-pihak lain
b. Berilah
kesempatan kepada anak untk belajar memimpin suatu usaha bersama. Dalam melatih
anak untuk dapat memimpin usaha bersama
ini dapat ditempuh secara berahap dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Latihan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan produsksi
2. Latihan
pelaksanaan kegiatan administrasi
3. Latihan
pelaksanaan tiap-tiap fungsi menejemen sederhana seperti: perencanaan,
pembagian tugas pekerjaan, pembimbingan kerja bagi adik-adiknya, pengawasan
kerja, dan penyusunan anggaran
4. Latihan
membuat policy perusahaan
5. Latihan
memimpin kegiatan produksi
6. Latihan
mengatur kegiatan pemaaran jika perlu
7. Latihan
memimpin musyawarah keluarga
8. Latihan
memimpin perusahaan keluarga (sebagai menejer)
c. Doronglah
minat anak untuk memperkaya pengalaman belajar, baik dari sekolahnya, dari
pergaulannya dimasyarakat, dan dari buku-buku yang membahas tentang
kewirasuwastaan, ekonomi, pendidikan, pembinaan kepribadian dan sikap mental,
dan moneter. Dengan demikian anak dapat memperkuat dirinya sebagai manusia
wirasuwasta melalui bekerja nyata, berdoa, membaca-baca, dan bergaul.
Perlu dicatat, bahwa peranan keluarga
atau orang tuadalam mendidik manusia tidak mesti hanya berhenti pada anak-anak
yang mencapai akhir masa remaja atau setelah anak berumah tangga sendiri.
Harapan kita memang begitu, bahkan orangtua dapat melepas anak untuk berdikari
100% sebelum mereka menikah. Namun demikian, apabila anak yang bersangkutan
sampai berumah tangga tatapi ternyata masih belum mampu berwirasuwasta, adalah
masih menjadi kewajiban orang tua atau keluarga untuk tetap membimbingnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beranjak dari pembahasan diatas, maka pemakalah
dapat menyimpulkan bahwa dalam mendidik anak agar mempunyai jiwa wirasuwasta
harus dimulai sejak dini, yaitu pada lingkungan keluarga. Oleh karena itu peran
keluarga sangatlah penting untuk memahami dan membentuk kepribadian seorang
anak sesuai dengan tahapan tahapan perkembangan kepribadian dalam mendidik anak
untuk terlatih menjadi manusia wiraswasta.
Adapun pendidikan anak sesuai dengan tingkat
perkembangan kepribadianya adalah sebagai berikut:
1. Pada
masa kanak-kanak (2 sampai 12 tahun), pada masa ini, anak-anak berkembang dalam
dua priode yaitu:
a. Umur
2 sampai 5 tahun
·
Melatih kepribadian anak dengan cara,
melatih berbahasa, melatih daya ingatan, melatih daya imajinasi dan melatih
aktualisasi.
·
Pengakuan terhadap prestasi yang
ditunjukkan anak walaupun kecil
·
Pembatasan-pembatasan keinginan anak
agar tidak cenderung menjadi agresif.
b. Umur
6 sampai 12 tahun (usia sekolah dasar)
·
Melatih kepribadian dengan cara: melatih
pembentukan ide/ gagasan, melatih disiplin, berfikir memecahkan masalah,
melatih self confidence anak, melatih kerajinan dan ketekunan anak dalam
belajar dan bekerja.
·
Mendidik melaui permainan-permainan yang
bertujuan unutuk: melatih ketangkasan mental, berani bergaul dengan orang lain,
ketangkasan jasmani, seportivitas, tanggung jawab, tenggangrasa.
·
Mendidik melalui layanan kasih sayang
seperti: memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif, tidak terlalu
memberikan larangan, tegoran sehingga anak tertekan, biarkan anak-anak membuat
kesalahan.
2. Pada
masa Pra-Remaja
·
Melatih kepribadian anak dengan cara:
memberi kesempatan yang lebih banyak kpada anak untuk mengenal perkembangan
diri, lebih merangsang perkembangan daya pikir anak, membimbing daya nalar
untuk pemahaman sopan santun dan masalah etis.
·
Pada masa ini anak cenderung memilih
permainanya sendiri, peran orang tua hanya member pengarahan apabila permainan
yang dilakukan berbahaya pada diri dan orang lain.
·
Member tugas-tugas pekerjaan rumah
tangga seperti: kebersihan halaman, tata ruangan dll
·
Menumbuhkan sikap cinta bekerja,
seperti: mengajak anak untuk ikut serta dalam usaha perusahaan keluarga.
·
Mengajarkan untuk belajar bermusawarah
3. Pada
masa Remaja
·
Melatih kepibadian anak dengan cara:
melatih keseimbangan emosi anak dengan cara menasehati dengan lembut.
Mengenalkan anak pada buku-buku yang membahas masalah moral.
·
Mengajak dan membimbing anak paham akan
arti wiraswasta dan bagaimana cirri manusia wirasuawta
·
Pentingnya wirasuwasta dalam memajukan
kehidupan pribadi, keluarga dan bangsa dll
·
Usahakan anak paham bahwa keluarga/
rumah tangga adalah sebuah perusahaan mini.
·
Orang tua selalu memberikan motivasi
Anak untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaa dalam usaha wiraswasta
Perlu kita ketahui bahwa uraian diatas
hanyalah konsep-konsep/ theory tentang bagaimana menciptakan manusia
wirasuwasta dilingkungan keluarga menurut tingkat perkebangan kepribadianya,
tentu teory membutuhkan suatu pengamalan ketika kita mengharapkan hasil/ bukti
dari theory tersebut, maka memahami teory adalah penting dan yang lebih penting
adalah memprakteknya.
B. Saran
Kita ketahui bahwasanya mendidik anak agar mempuyai
jiwa wiraswasta haruslah di mulai sejak dini. Dan karena lingkungan keluargalah
yang merupakan lingkungan pertama bagi anak-anak untuk menemukan kepribadian
wirasuasta maka pemakalah mengharapkan agar sebagai pendidik sangat penting
sekali memahami bagaimana menerapkan pendidikan wirasuwasta terhadap
anak-anaknya dengan kata lain metode didiknya harus sesuai dengan konsep-konsep
yang ada pada kewirausahaan yaitu, mendidik anak agar menjadi manusia
wirasuwasta itu disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian anak agar
tujuan dari pendidikan wirasuwasta itu terlakana sehingga melahirkan
manusia-manusia wirasuasta yang mempunyai prospek hidup yang menjanjikan.
Dan khususnya bagi calon generasi yang nantinya akan
membangun sebuah keluarga, agar mendidik anak-anaknya dengan memahami
kepribadian anak masing-masing dalam memberikan pendidikan wiraswasta.
[1] Emi Nur Hayati Ma’sum Sa’id, http://salehlapadi.wordpress.com/2007/02/25/peran-lingkungan-keluarga-dalam-membentuk-kepribadian-anak/ (29/ 09/ 2011/
20.00 Wib)
[3] Risyad, Menumbuhkan Jiwa Wiraswasta pada
Anak, http://parentsguide.co.id/?p=175, Ciputat. (28/
09/ 2011/ 14.00 Wib)
[4] Wasty Soemanto, 1996, Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta, Malang: Bumi Aksara,
Hal.113
[5] Op cit, Wasty Soemanto, Hal: 121-125
[6] Op cit, Wasty Soemanto, Hal: 126
[7] Op cit, Wasty Soemanto, Hal: 129
Tidak ada komentar:
Posting Komentar